PHK Ribuan Tenaga Kerja, Kemenperin Duga Sritex Salah Investasi

sritex.co.id
Seorang pekerja menjahit pakaian militer di pabrik Sritex.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
28/6/2024, 16.35 WIB

Kementerian Perindustrian menduga kesalahan investasi menjadi sumber anjloknya performa PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex. Manajemen Sritex mengaku telah melakukan Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK pada 3.000 tenaga kerjanya pada paruh pertama tahun ini.

Plt Direktur Jenderal Industri Kimia, Farmasi, dan Tekstil Kemenperin Reni Yanita memperkirakan, kesalahan Sritex mengulangi kesalahan banyak pabrikan pada 1998, yakni ekspansi ke bisnis properti. Langkah itu dinilai mengganggu bisnis utama banyak perusahaan sektor manufaktur.

"Pengembangan ke sektor properti akhirnya mengganggu bisnis utama pabrikan pada 1998, mungkin itu hal yang dihadapi Sritex saat ini," kata Reni kepada Katadata.co.id, Jumat (28/6).

Salah satu produk andalan Sritex adalah seragam militer. Spesialisasi tersebut membuat Sritex memasok seragam militer untuk 30 negara pada 2017.

Reni menilai, performa Sritex harusnya membaik pada tahun ini lantaran belanja Kementerian Pertahanan diproyeksikan membaik tahun ini. Kondisi tersebut diperbaiki dengan langkah pemerintah untuk mengedepankan pembelian produk lokal.

"Seharusnya, dengan manajemen yang baik, Sritex sudah memiliki pasar yang jelas. Jangan terlena dengan pasar ekspor, pasar lokal juga harus dioptimalkan," katanya.

Direktur Keuangan Sritex Welly Salam sebelumnya mendorong pemerintah membuat kebijakan untuk mendukung industri tekstil di dalam negeri. Hal tersebut disampaikan setelah Welly mengaku telah melakukan PHK pada 23% tenaga kerjanya pada Januari-Mei 2024.

Welly menjelaskan, kebijakan yang dimaksud harus bertujuan  untuk menghambat produk tekstil impor asal Cina. Penerapan hambatan ini bertujuan untuk membuat level playing field yang sama.

Daya saing tekstil dari Negeri Panda saat ini lebih tinggi karena banyak masuk dari jalur tidak resmi dan tidak membayar pajak apapun. Dampaknya, industri dalam negeri menjadi babak belur.

"Kami mengharapkan pemerintah bisa menetapkan barrier (hambatan) tarif maupun non-tarif untuk produk-produk tekstil asal Cina," kata Welly dalam paparan publik, Selasa (25/6).



Reporter: Andi M. Arief