Impor Tekstil Ilegal Mulai Berdampak ke Sektor Retail dan Mal

ANTARA FOTO/Sulthony Hasanuddin/wpa.
Ilustrasi pusat perbelanjaan atau mal.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing
5/7/2024, 19.08 WIB

Pelaku usaha menilai masalah impor tekstil ilegal mulai berdampak signifikan pada sektor retail dan mal. Berkurangnya pangsa pasar produk lokal mengakibatkan banyak investor memindahkan dananya ke luar negeri.

Ketua Umum Himpunan Peretail dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah mengatakan produk impor ilegal berpotensi mengurangi pasokan tekstil bermerek global dari dalam negeri. Sebab, biaya importasi akan dinilai lebih murah dibandingkan memproduksi di dalam negeri.

"Ada satu merek global dengan kontrak produksi US$ 500 juta ke pabrik garmen lokal bisa rugi besar akibat impor ilegal," kata Budiharjo dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (5/7).

Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Retail Merek Global Indonesia Suryamin Halim menemukan produk garmen impor ilegal dari Cina hanya seharga Rp 140 ribu per unit. Sedangkan merek lokal yang mematuhi aturan dan dengan model yang sama dijual hingga Rp 300 ribu per unit.

Dengan kata lain, harga produk garmen ilegal lebih murah hingga 50% dari harga produk lokal. Karena itu, revisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 dinilai akan menjadi masalah baru jika tidak menyentuh masalah impor ilegal tersebut.

Sebagai informasi, Permendag tersebut merupakan revisi ketiga dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Di dalamnya berisi sejumlah aturan yang harus dipatuhi para importir barang. 

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia Alphonzus Widjaja mengatakan masalah pada industri retail akan merangsek hingga industri pusat perbelanjaan tahun ini. Produk impor ilegal membuat peretail menahan hingga mengurangi jumlah toko di dalam mal.

Dampaknya, jumlah penyewa di mal secara agregat diperkirakan tidak berubah dari tahun lalu. "Okupansi pada 2023 sebenarnya sudah 80% dan berharap bisa sampai 90% pada 2024. Mudah-mudahan okupansi bisa mencapai 85% pada akhir tahun ini, tapi sepertinya akan stagnan di 80%," kata Alphonzus.

Hippindo menilai banjir impor produk ilegal yang terjadi saat ini akibat dari  relaksasi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024. Pada Mei lalu pemerintah melakukan relaksasi tersebut dan mengakibatkan 26.415 kontainer yang tertahan di pelabuhan masuk ke Indonesia. 

Komoditas dalam kontainer tersebut adalah besi dan baja, tekstil dan produk tekstil, elektronika, dan kosmetik. Pemerintah beralasan melakukan langkah tersebut demi menjaga bisnis retail di dalam negeri. 

"Barang impor ilegal itu sebaiknya disita, toko yang menjual ditutup, lalu diproses secara hukum. Langkah itu bisa dengan sangat signifikan mengurangi volume impor ilegal," kata Sekretaris Jenderal Hippindo Haryanto Pratantara. 


Reporter: Andi M. Arief