Respon Kemendag soal Tudingan Permendag Nomor 8 Picu Banjir Impor

ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/aww.
Suasana aktivitas di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Minggu (15/11/2020). Kementerian Perdagangan menyatakan Kerja Sama Ekonomi Komprehensif Regional atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang ditandatangani pada (15/11/2020) diharapkan meningkatkan ekspor Indonesia ke dunia sebesar 7,2 persen.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing
15/7/2024, 16.48 WIB

Kementerian Perdagangan membantah terlibat dalam penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor. Namun, Kemendag mengakui pasar domestik kini dibanjiri produk impor pasca penerbitan beleid tersebut.

Staf Khusus Menteri Perdagangan Bidang Perjanjian Perdagangan Internasional Bara Krishna Hasibuan mengatakan Permendag itu dibentuk oleh Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita, dan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Menteri Perdagangan menandatangani aturan tersebut hanya karena jabatannya sesuai dengan judul aturan tersebut. "Draf Permendag Nomor 8 Tahun 2024 saat itu sudah jadi dan prosesnya sama sekali tidak melibatkan menteri kami. Namun, menteri kami menandatangani untuk mengikuti keputusan rapat terbatas di Istana Kepresidenan dan perintah Presiden (Joko Widodo)," kata Bara di kantor Kemendag, Jakarta, Senin (15/7).

Bara menyebut Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menandatangani beleid tersebut dini hari pada 17 Mei 2024 ketika berada di Peru dan menggunakan tanda tangan digital.

Pertimbangan utama penerbitan aturan itu adalah kemarahan Jokowi melihat penumpukan 26 ribu kontainer di Jakarta dan Surabaya. Lalu, Menko Perekonomian, Menperin, dan Menkeu dipanggil ke Istana Kepresidenan, Jakarta, tanpa Mendag. Ketika itu, Zulhas sedang menghadiri Forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik atau APEC 2024 di Peru.

Sampai kini Kemendag belum berencana merevisi Permendag itu. Menurut Bara, revisi kelima Permendag Nomor 36 Tahun 2023 melalui revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 akan menegaskan preseden buruk di kantornya.

"Pengusaha sering mengaku bingung akibat banyak sekali perubahan dari Kementerian Perdagangan. Posisi saat ini, kami tidak ingin aturan ini diganti," katanya.

Permendag Nomor 8 Tahun 2024 adalah revisi keempat dari Permendag Nomor 36 Tahun 2023. Semangat aturan ini adalah pengendalian pemeriksaan barang impor di perbatasan, penambahan barang bebas bea masuk milik pekerja migran Indonesia (PMI), dan pengendalian impor melalui pertimbangan teknis (Pertek).

Aturan itu pertama kali direvisi oleh Permendag Nomor 3 Tahun 2024 pada Maret 2024. Perubahan intinya adalah melonggarkan beberapa komoditas, seperti bahan baku industri serat dan bahan baku industri tepung terigu.

Selang sebulan, muncul revisi lagi melalui Permendag Nomor 7 Tahun 2024. Beleid tersebut intinya membuat semua barang milik PMI bebas bea masuk dengan nilai US$ 500 yang terbagi dalam tiga kali per tahun.

Setelah 17 hari kemudian, terbit Permendag Nomor 8 Tahun 2024 lantaran 26 ribu kontainer menumpuk di Pelabuhan Tanjung Priok dan Pelabuhan Tanjung Perak. Revisi terbesar dalam aturan tersebut adalah penghapusan Pertek dalam mayoritas komoditas.

Sebagian pengusaha menilai Permendag Nomor 8 Tahun 2024 menjadi akar gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di beberapa industri. Salah satunya industri tekstil. Kementerian Perindustrian mendata lebih dari 11 ribu tenaga kerja di industri tekstil terkena PHK pada Mei hingga Juni 2024.

Bara mengatakan banjirnya produk impor dari kontainer tersebut telah mematikan industri yang memproduksi produk yang sama di dalam negeri. Alih-alih merevisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024, Bara berencana untuk menerbitkan aturan lain.

"Mengenai masalah banjirnya barang-barang impor secara  deras, kami punya dua instrumen, yaitu menggunakan bea masuk safeguard dan bea masuk anti dumping," katanya.


Reporter: Andi M. Arief