Mendag Zulkifli: Impor Keramik akan Kena Bea Masuk Anti Dumping hingga 50%
Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan menyebut penyelidikan yang dilakukan Komite Andi Dumping Indonesia (KADI) terkait impor keramik telah tuntas. Pemerintah akan menentapkan bea masuk anti dumping (BMAD) untuk produk tersebut sebesar 45% hingga 50%.
"Yang keramik kami sudah dapat (hasil penyelidikannya), sudah selesai di KADI," ujarnya di Cikarang, Bekasi, Jawa Tengah, Selasa (6/8), dikutip dari Antara.
Tak hanya KADI, Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) juga telah selesai menyelidiki masalah impor keramik. Hasil penyelidikannya, penerapan bea masuk tindakan pengamanan (BMTP) atau safeguard untuk produk tersebut sebesar 13%.
"BMTP yang sudah disurati dan berlaku dari Menteri Keuangan itu 13%," kata Zulkifli.
Untuk produk impor lainnya, seperti tekstik dan produk tekstil (TPT), pakaian jadi, perangkat elektronik, komestik, dan alas kaki masih dalam hitungan. Zulkifli menyebut, Kementerian Perdagangan saat ini menggunakan otoritasnya untuk melindungi dan menyelamatkan industri dalam negeri, melalui BMAD dan BMTP.
Sebelumnya, Ketua KADI Danang Prastal Danial telah merekomendasikan keramik asal Tiongkok dikenakan BMAD hingga 2029. Namun, ia masih enggan mengumumkan besaran bea masuk tersebut.
"BMTP pada keramik asal Cina sudah diperpanjang satu kali, tapi ternyata industri keramik belum bisa membaik. Injury (kerusakan) pada industri keramik domestik akibat produk impor tersebut semakin jelas terlihat dalam 1,5 tahun terakhir," kata Danang di kantornya pada 15 Juli lalu.
Danang mencatat, keramik impor dari Cina telah mengikis utilisasi industri keramik nasional menjadi 60% pada saat ini. "Hasil produksi keramik dari peningkatan utilisasi industri keramik lokal lumayan besar, tapi mereka tidak bisa melakukannya karena harga keramik lokal kalah dengan keramik impor," katanya.
Aturan BMAD dan BMTP tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2011 tentang Tindakan Anti Dumping, Tindakan Imbalan dan Tindakan Pengamanan Perdagangan. Perbedaan mendasar antara tindakan anti dumping dan tindakan pengamanan perdagangan terletak pada subjek pengenaannya.
Dalam mengenakan kedua instrumen tersebut pun terdapat sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi. Salah satunya adalah industri dalam negeri mengalami kerugian atau ancaman kerugian.
Antidumping dikenakan kepada perusahaan eksportir/produsen yang berpraktik dumping atau menjual produk ke Indonesia dengan harga lebih rendah dibanding harga jual di negara asal.
Negara yang pernah Indonesia selidiki dan kenakan BMAD maupun BMTP antara lain India, Republik Korea, Tiongkok, Jepang, Amerika Serikat, Uni Eropa, Rusia, Kazhakstan, Australia, Malaysia, Vietnam, Thailand, Hong Kong, Turki, Pakistan, Persatuan Emirat Arab, Singapura, Bangladesh dan Mesir, serta Taiwan.