Kinerja Industri Ritel Diproyeksi Lesu Terdampak Gelombang PHK

ANTARA FOTO/Henry Purba/agr/aww.
Calon pembeli memilih sepatu di salah satu pusat perbelanjaan, Kota Sukabumi, Jawa Barat, Selasa (2/4/2024).
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
14/8/2024, 16.36 WIB

Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia atau Aprindo memproyeksi pertumbuhan industri ritel pada kuartal kedua tahun ini hanya mencapai  3,5% secara tahunan. Proyeksi pertumbuhan ini melambat dibandingkan April-Juni 2023 yang mencapai 4% seiring imbas gelombang pemutusan hubungan kerja atau PHK.

Secara keseluruhan sepanjang tahun ini, pertumbuhan industri ritel diperkirakan hanya naik 4,1% sampai 4,2%. Dengan kata lain, pertumbuhan industri ritel jauh lebih rendah dari capaian Januari-Juni 2023 sekitar 4,85%.

"Turun karena terjadi deflasi karena masyarakat mengurangi konsumsi akibat pertumbuhan pendapatan lebih rendah dari fluktuasi harga bahan pokok dan Pemutusan Hubungan Kerja," kata Ketua Umum Aprindo Roy Nicholas Mandey di Hotel Borobudur, Rabu (14/8).

Roy menilai, deflasi pada semester pertama tahun ini juga didorong gelombang Pemutusan Hubungan Kerja atau PHK. Kementerian Ketenagakerjaan mendata total tenaga kerja yang ter-PHK hingga Juli 2024 telah mencapai 42.863 orang.

Sebanyak 22,356 tenaga kerja atau 52,15% orang yang terkena PHK berasal dari industri pengolahan. Sementara itu, provinsi dengan jumlah tenaga kerja ter-PHK terbesar ada di Jawa Tengah yang mencapai 13.772 orang.

Roy menilai, gelombang PHK diperburuk dengan suku bunga acuan yang tidak kunjung turun. Bank Indonesia menetapkan suku bunga acuan sebesar 6,25% sejak April 2024. Keputusan tersebut membuat suku bunga acuan yang berlaku saat ini merupakan yang tertinggi sejak Juli 2016.

Ia meramalkan perlambatan transaksi pada kuartal kedua akan berlanjut pada kuartal ketiga tahun ini. Sebab, Bank Indonesia belum kunjung memangkas suku bunga acuan pada Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia bulan lalu.

Roy menjelaskan bertahannya suku bunga acuan sebesar 6,25% pada Juli 2024 membuat perbankan menaikkan suku bunga kredit pada bulan ini. Oleh karena itu, masyarakat akan menahan konsumsi impulsif pada Juli-Agustus 2024 untuk menyesuaikan peningkatan angsuran kredit.

"Maka dari itu, kami selalu menyuarakan agar suku bunga acuan Bank Indonesia jangan terlalu lama tinggi. Kami berharap suku bunga acuan turun menjadi 6% atau 5,75%," ujarnya.

Ia  memprediksi tantangan pada industri ritel akan berlanjut dengan Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada pada November 2024. Ajang tersebut membuat masyarakat berpendapatan tinggi terus menahan konsumsi sepanjang Juli-Desember 2023.

"Dengan kondisi itu, industri ritel tumbuh 4% saja pada kuartal ketiga sudah bagus," katanya.


Reporter: Andi M. Arief