Dapat Insentif Impor Mobil Listrik, Ada Ketentuan Denda yang Mengintai BYD

Fauza Syahputra|Katadata
Pengunjung melihat interior mobil BYD yang dipamerkan di GAIKINDO Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2024 di ICE BSD City, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (19/7/2024). Pameran otomotif yang mengusung tema "Innovation Meets Inspiration" ini diikuti oleh 55 merek kendaraan bermotor dan 120 merek pendukung industri yang berlangsung hingga 28 Juli 2024.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
10/10/2024, 11.55 WIB

Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi mengingatkan bahwa setiap produsen mobil listrik yang menikmati insentif impor mobil utuh masih dibayangi sanksi denda, termasuk PT BYD Motor Indonesia.  BYD telah menjual 6.461 mobil sejak beroperasi di Indonesia pada Juni 2024 hingga Agustus 2024.

Pemerintah telah membebaskan bea masuk impor mobil utuh atau CBU untuk calon investor mobil listrik di dalam negeri. Adapun bea masuk CBU sebelum aturan tersebut mencapai 50% dari nilai impor.

"BYD harus berkomitmen bikin pabrik di Indonesia dan mulai beroperasi pada 2025, imbal baliknya mereka diizinkan impor CBU dengan tarif tertentu. Namun, BYD harus bisa menjual minimal dengan volume yang sama dengan volume impor," kata Deputi Bidang Koordinasi Investasi dan Pertambangan Kemenko Marves Septian Hario Seto di Indonesia Future Policy Dialogue Katadata, Rabu (9/10).

Seto menjelaskan, fasilitas impor CBU kendaraan listrik tersebut diizinkan hingga akhir 2025. Setelah itu, pengguna fasilitas harus menjual kendaraan listrik dengan jumlah yang sama dari hasil investasinya di dalam negeri. Jika penjualan mobil listrik di dalam negeri dari hasil investasi tidak sama dengan jumlah impor CBU pada 2027, pengguna fasilitas impor CBU akan dikenakan sanksi.

Seto mencontohkan, produsen A mengimpor 50.000 unit mobil listrik hingga 2025, tapi hanya dapat menjual 40.000 unit mobil listrik hingga 2027 dari hasil investasinya. Alhasil, produsen A harus membayar tarif impor CBU setara dengan 10.000 unit mobil listrik.

"Jadi kekhawatiran kerugian negara akibat dominasi pasar mobil listrik oleh BYD akibat impor seharusnya tidak terjadi. Sebab, ada denda dan penalti di ujung masa fasilitas impor yang harus dipertimbangkan," katanya.

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan, investasi BYD mencapai US$ 1,3 miliar. Bentuk investasi tersebut adalah pabrik mobil listrik dengan kapasitas 150.000 unit per tahun.

BYD menjadi tenant terbesar pertama di kawasan Subang Smartpolitan dengan menempati area lebih dari 108 hektar. Investasi besar BYD di Subang Smartpolitan diprediksi akan menjadi katalis pertumbuhan ekonomi yang signifikan di Indonesia.

Presiden Direktur PT BYD Motor Indonesia Eagle Zhao mengatakan, BYD berencana membangun ekosistem EV yang komprehensif di Subang Smartpolitan. Hal itu termasuk pusat penelitian dan pengembangan serta fasilitas pelatihan yang dilengkapi dengan teknologi terkini yang hemat energi dan ramah lingkungan.

Serah terima lahan antara Subang Smartpolitan dan BYD akan dilakukan pada Agustus 2024. BYD berencana melakukan operasi konstruksi bertahap dan diharapkan mulai beroperasi pada Januari 2026.

“Melalui berbagai penilaian, BYD telah menetapkan bahwa kawasan industri Subang Smartpolitan cocok menjadi lokasi pengembangan industri EV BYD di Indonesia. Kawasan industri ini memenuhi kriteria kami dari segi ukuran, jarak, lingkungan, dan kebutuhan infrastruktur,” ujar Eagle Zhao


Reporter: Andi M. Arief