Pemerintah Indonesia berpotensi mengekspor hidrogen pada 2060 karena pasokan sumber energi baru terbarukan (EBT) itu cukup besar.
"Indonesia berpotensi memiliki surplus 4 juta ton untuk diekspor di 2060," ujar Co Director untuk Kebijakan, Program menuju transisi energi rendah karbon Indonesia (Mentari), Bagus Mudiantoro, dalam konfrensi pers virtual, Rabu (30/10).
Bagus menjelaskan, permintaan hidrogen di dunia akan terus meningkat hingga mencapai 140 juta ton pada 2030, 385 juta ton pada 2040 dan 660 juta ton pada tahun 2050.
Meningkatnya permintaan tersebut tak terlepas dari terus berkembangnya industri hidrogen di dunia dan industri penyimpanan hidrogen yang mulai tumbuh.
Meski memiliki potensi yang cukup besar, namun terdapat beberapa tantangan yang akan dihadapi Indonesia bila ingin menjadi salah satu negara pengekspor hidrogen dalam beberapa waktu kedepan.
"Tantangan terbesar, yaitu bagaimana meminimalkan biaya modal rata-rata tertimbang atau weighted average cost of capital yang ada di Indonesia ini biasanya lebih tinggi dibanding negara-negara lain," ujarnya.
Tantangan lainya adalah terkait dengan permintaan energi yang cukup besar untuk menyeimbangkan target dari pertumbuhan ekonomi yang dicanangkan oleh pemerintah Indonesia.
Bagus menyebut, tantangan dalam pengembangan hidrogen di Indonesia adalah mengenai keterbatasan lahan. Pasalnya, Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) menjadi sumber energi yang memiliki potensi terbesar di Indonesia.
"Keterbatasan lahan, terutama untuk pembangkitan listrik yang tenaga surya yang cukup signifikan," jelasnya.