Menko Zulhas: Masalah Pupuk dan Umur Petani Jadi Tantangan Swasembada Pangan

ANTARA FOTO/Muhammad Ramdan/tom.
Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan (kanan) berbicang dengan Direktur Utama Perum Bulog Wahyu Suparyono (kiri) saat meninjau Gudang Bulog di kawasan pergudangan Bulog Sunter Timur, Jakarta, Senin (4/11/2024). Pemerintah optimistis dengan cadangan beras minimal 2 juta ton hingga akhir tahun 2024 dapat memenuhi kebutuhan masyarakat dan menjaga kestabilan harga pangan.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Agustiyanti
11/11/2024, 12.51 WIB

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mencatat, ada dua tantangan untuk mencapai swasembada pangan pada 2028, yakni  rantai distribusi pupuk dan tenaga kerja pertanian. Zulhas menilai rantai produksi pupuk saat ini terlalu panjang dan rumit, sedangkan tenaga kerja pertanian didominasi usia tua. 

"Karena rangkaiannya panjang dan rumit, akhirnya pupuk tidak bisa bergerak. Kami mau pupuk datang tepat waktu di tangan petani. Jangan sampai pupuk datang setelah sudah panen," kata Zulhas di kantornya, Senin (11/11).

Zulhas menjelaskan distribusi pupuk saat ini harus melalui beberapa lapis birokrasi, yakni Kementerian Perdagangan, Kementerian Pertanian, Kementerian Keuangan, gubernur, dan bupati. Kondisi tersebut diperburuk dengan penegakan hukum yang dinilai ketat terkait pupuk. Karena itu, sebagian besar distributor mengutamakan kesesuaian birokrasi dalam distribusi pupuk. "Di Indonesia itu salah kebijakan bisa masuk penjara, dagang pupuk bisa masuk penjara. Situasinya seperti itu," ujarnya.

Tantangan lainnya adalah soal tenaga kerja pertanian. Zulhas mencatat 80% status petani kini telah berubah dari pemilik sawah pada masa Orde Baru menjadi buruh tani. Di samping itu, kontribusi sektor pertanian dalam serapan tenaga kerja dari sekitar 60% menjadi sekitar 25%. Zulhas menilai data tersebut menunjukkan generasi muda sudah tidak tertarik dengan industri pertanian.

Minimnya regenerasi membuat tenaga kerja pertanian saat ini menua. Kondisi tersebut diperburuk dengan berkurangnya lahan pertanian sekitar 100.000 hektare per tahun.

"Kalau ke daerah, usia petani sudah tua-tua, karena generasi milenial sudah tidak tertarik dengan sektor pertanian. Harus ada sesuatu yang berubah," katanya.

Badan Pusat Statistik mendata jumlah unit usaha pertanian perorangan di Indonesia mencapai 29,36 juta unit pada 2023. Sebagian besar atau 42,39% dari total petani berusia 43-58 tahun atau generasi X mengelola mayoritas usaha pertanian perorangan di dalam negeri. Kemudian diikuti oleh baby boomer, atau petani berusia 59-77 tahun sebanyak 27,61% dan milenial (27-42 tahun) mencapai 25,61%.

Adapun petani berusia lebih dari 78 tahun, atau pre-boomer, yang masih aktif bertani sebanyak 2,24% pada tahun ini. Sementara petani dari generasi Z (11-26 tahun) memiliki proporsi paling sedikit, yaitu hanya 2,14%.

Reporter: Andi M. Arief