Perbedaan Kenaikan UMP Padat Karya dan Modal Bisa Picu Kecemburuan Sosial
Pemerintah mewacanakan kenaikan upah minimum 2025 dibagi dalam dua kategori industri, yakni padat karya dan padat modal. Namun, Pengamat Ketenagakerjaan Timboel Siregar menilai pemisahan cara penghitungan upah minimum tahun depan akan memicu kecemburuan sosial.
Usulan awal pemerintah adalah membedakan besaran indeks tertentu atau alfa yang menjadi rumusan perhitungan upah minimum. Alfa untuk industri padat modal diusulkan 0,2 hingga 0,8, dan industri padat karya 0,2 hingga 0,5.
"Pendekatan penghitungan upah minimum ini akan menciptakan ketidakadilan bagi sektor yang kenaikannya rendah. Pemerintah sebaiknya memfokuskan pendekatan upah minimum ke landasan yuridis dan sosiologis," kata Timboel kepada Katadata.co.id, Selasa (26/11).
Timboel menilai penentuan upah minimum tidak boleh menggunakan dua pendekatan berbeda. Perbedaan penghitungan upah minimum dapat dilakukan pada penetapan Upah Minimum Sektoral di tingkat provinsi.
Formula penghitungan yang digunakan dalam menentukan upah minimum tahun depan masih sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2023 tentang Pengupahan. Rumus penetapan upah adalah inflasi yang ditambah dari hasil penggalian antara pertumbuhan ekonomi dan alfa. Rentang alfa yang tercantum dalam PP No. 51 Tahun 2023 adalah 0,1 sampai 0,3.
Adapun PP No. 51 Tahun 2023 kini tidak berlaku secara hukum setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan Pasal 88D Undang-Undang No. 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja tidak mengikat secara hukum. Pasal tersebut menjadi dasar pembuatan PP Pengupahan.
Putusan MK dilakukan pada 31 Oktober 2024 atau dua bulan sebelum penyesuaian pengusaha mengimplementasikan upah minimum baru pada 1 Januari 2025. Pemerintah memutuskan untuk tetap menggunakan formula upah minimum dalam PP No. 51 Tahun 2023. Dengan demikian,Pembahasan yang terjadi dalam LKS Tripartit terkait besaran alfa dalam formula PP No. 51 Tahun 2023.
Timboel mengatakan, penghitungan upah minimum tahun depan seharusnya tidak lagi menggunakan formula dalam PP No. 51 Tahun 2023. MK telah memutuskan agar penghitungan upah minimum mempertimbangkan Kebutuhan Hidup Layak atau KHL.
Timboel mendorong pemerintah melakukan pendekatan penghitungan upah minimum berdasarkan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 18 Tahun 2020. Beleid tersebut menetapkan 64 komponen yang menyusun standar KHL.
Menurut dia, pendekatan penghitungan upah minimum dengan KHL akan menggambarkan kondisi buruh secara riil. Menurutnya, penghitungan upah minimum dalam PP No. 51 Tahun 2023 tidak menggambarkan kondisi buruh.
Adapun komponen yang membentuk inflasi mencapai 200 jenis, seperti berlian, emas, atau kendaraan bermotor. Sementara itu, 64 komponen yang membentuk KHL dalam Permenaker No. 18 Tahun 2020 merupakan barang yang dikonsumsi buruh secara rutin.
"Buruh tidak mengonsumsi berlian dan emas secara rutin. Kalaupun ada buruh yang beli emas, itu bukan jadi kebutuhan utama. Kebutuhan pokok buruh ada 64 jenis, itu yang harus dihitung," katanya.
Timboel menilai, pemerintah dapat menyelesaikan survei harga terhadap 64 jenis barang tersebut dalam sebulan. Dengan demikian, pemerintah daerah dapat menerbitkan Upah Minimum Provinsi dan Upah Minimum Kabupaten/Kota pada pekan ketiga Desember 2024.
Ia pun berharap agar pemerintah, pengusaha, dan pekerja tidak terlalu mengedepankan ego masing-masing pada tahap negosiasi setelah survey rampung. Sebab, penentuan upah minimum dapat molor hingga awal tahun depan jika tidak ada pihak yang mau menurunkan ego sektornya.
"Saya berharap para pihak tidak terlampau keras kepala dalam masa transisi akibat putusan Mahkamah Konstitusi ini," ujarnya.