Badan Koordinasi Penanaman Modal atau Kementerian Investasi menyebut kepastian hukum menjadi salah satu penyebab jumlah investasi asing di Indonesia kalah dari Vietnam. Hal ini berdasarkan pada survei B-Ready dari Bank Dunia.
Deputi Bidang Pengembangan Iklim Penanaman Modal dari Kementerian Investasi dan Hilirisasi Riyatno menjelaskan, Indonesia punya nilai tertinggi terkait kerangka regulasi, diikuti dengan efisiensi operasional. Keduanya terkait dengan waktu dan biaya untuk berbisnis.
“Jadi kalau dibilang Indonesia kalah dari Vietnam soal kepastian hukum. Kalau orang bilang, teorinya bagus tapi praktiknya kurang. Ini PR kami bersama kementerian dan lembaga lain,” ujarnya dalam diskusi Strategi Pangkas Birokrasi Perizinan yang diselenggarakan Kementerian Investasi dan Katadata.co.id, Kamis (19/12).
Keluhan ini juga disampaikan oleh Ketua Komite tetap Strategi dan Promosi Investasi Kadin Shaanti Shamdasani. Menurutnya salah satu tolok ukur penting menarik investasi Indonesia adalah kepastian hukum.
Shaanti menjelaskan, seorang penanam modal ingin keamanan dan jaminan bahwa investasinya dilindungi. Mereka berharap pengadilan tidak memakan waktu dan biaya lama serta berjalan dengan transparan dan adil.
“Banyak yang melihat bahwa, sistem hukum kita, sistem judicial kita, tidak transparan, tidak adil, dan memakan waktu sangat lama, dan justru akhirnya membuat investor ini, akhirnya frustrasi, tutup pabrik, tinggalkan di Indonesia,” ujar Shaanti dalam acara yang sama.
Shaanti juga melihat hasil kerja sumber daya manusia di Indonesia masih tertinggal dari Vietnam. "Makin ke sini kualitas pekerja indonesia makin dipertanyakan, Komitmen kerja enggak ada, tingkat kemalasan sangat besar. SDM di kita mungkin output-nya hanya 50%, sedangkan Vietnam bisa 100% dengan gaji yang sama." ujar Shaanti.
Ia bercerita, banyak pegawai pabrik yang hanya bekerja 1-2 bulan dan memilih pulang kampung sudah memiliki uang. Padahal, menurut dia, pabrik memiliki target-target yang harus diselesaikan.
"Banyak pekerja yang niatnya hanya cari makan, bukan kesejahteraan. Mindset pekerja yang seperti ini juga menjadi hambatan dalam berinvestasi." ujar dia.