Memorial Living Park Aceh akan Diresmikan, Pengingat Kasus Pelanggaran HAM Berat

Instagram @pupr_ciptakarya
Pembangunan Memorial Living Park Kabupaten Pidie di Aceh.
Penulis: Andi M. Arief
Editor: Sorta Tobing
13/1/2025, 12.27 WIB

Pemerintah akan meresmikan Memorial Living Park di Pidie, Aceh, pada bulan depan. Taman senilai Rp 13 miliar tersebut telah rampung pada Mei 2024 dan segera dibuka untuk umum.

Fasilitas yang tersedia di taman itu adalah masjid berkapasitas 500 orang, taman bermain, dan 34 rumah sederhana bagi korban pelanggaran hak asasi manusia (HAM). Luasnya mencapai  7.015 meter persegi.

"Kami mengusulkan agar peresmian dikerjakan oleh Kementerian HAM agar tidak menimbulkan hal-hal yang tidak diinginkan di sana," kata Wakil Menteri Pekerjaan Umum Diana Kusumastuti di kantornya, Jakarta, Senin (13/1).

Wakil Menteri HAM Mugiyanto mengatakan Memorial Living Park Pidie akan menjadi tempat edukasi tentang pelanggaran HAM. Ini juga menjadi bukti pemerintah tidak menghilangkan bukti pelanggaran HAM terdahulu dalam pembangunan taman tersebut.

Kasus yang ia maksud adalah kasus Rumoh Geudong, Jambo Keupok, dan Simpang Kraft. Pemerintah telah mengakui tiga kasus tersebut sebagai kasus pelanggaran HAM berat.

Kasus Jambo Keupok terjadi pada 2003 saat pemerintah menghadapi kelompok separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Kejadian tersebut menjadi pelanggaran HAM berat lantaran pihak militer melakukan kekerasan, penyiksaan, hingga membakar warga desa Jambo Keupok hidup-hidup.

Tragedi Simpang Kraft terjadi pada 1999 saat aparat TNI menembak demonstran yang memprotes penganiayaan di Cot Murong, Lhokseumawe. Tragedi tersebut menelan 46 korban jiwa, 156 orang luka-luka, dan 10 orang hilang.

Terakhir, Rumoh Geudong merupakan lokasi penyiksaan yang dilakukan aparat TNI terhadap masyarakat setempat selama Daerah Operasi Militer (DOM) Aceh pada 1989-1998. Sebanyak 109 penduduk sipil disiksa dan 74 perempuan diperkosa di rumah tersebut. Selain itu, sembilan orang dibunuh dan delapan orang hilang.

Mugiyanto mengatakan pembangunan taman tidak meratakan bukti berdirinya Rumoh Geudong di lokasi tersebut. Salah satu bukti yang diabadikan adalah tangga yang menjadi akses pintu masuk Rumoh Geudong.

"Kalau ada yang mengatakan pembangunan Memorial Living Park adalah usaha pemerintah menghilangkan alat bukti pelanggaran HAM besar, itu tidak benar. Kami masih tetap mempertahankan bukti berdirinya Rumoh Geudong di sana," kata Mugianto.

Ia menyebut kehadiran taman untuk melihat masa depan dan sebagai pengingat agar pelanggaran HAM tidak terulang. Memorial Living Park Pidie akan menjadi tempat aktivitas masyarakat di Aceh.

Pengelolaanya akan dilakukan oleh korban pelanggaran HAM berat, masyarakat sekitar, dan pemerintah daerah. "Peresmian akan dilakukan sebelum Ramadan 2025 atau kira-kira bulan depan," katanya.

Reporter: Andi M. Arief