Bapanas Pastikan Harga Gula Petani Tak Anjlok Meski Impor 200.000 Ton

Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyatakan bahwa impor gula konsumsi tetap akan dilakukan pada 2025 dengan jumlah 200.000 ton. Meskipun stok gula konsumsi pada awal tahun ini telah mencapai 1,38 juta ton atau 48,85% dari total proyeksi kebutuhan 2025 sebesar 2,84 juta ton, langkah ini diambil untuk memastikan kestabilan pasokan.
Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menjelaskan bahwa cadangan gula awal tahun ini sudah cukup untuk memenuhi permintaan hingga Mei 2025. Gula impor yang datang berupa gula mentah yang akan diolah menjadi Cadangan Pangan Pemerintah.
Impor gula konsumsi pada tahun ini hanya akan berkontribusi 7,03% dari total kebutuhan 2025. Arief juga menegaskan bahwa langkah impor ini tidak akan menggagalkan target swasembada gula konsumsi pada tahun ini.
"Swasembada itu artinya, permintaan lokal dipenuhi produksi di dalam negeri antara 90% sampai 100%. Pada tahun lalu, volume impor gula konsumsi sekitar 700.000 ton per tahun," kata Arief di Jakarta, Senin (17/2).
Pemerintah memprediksi produksi gula konsumsi pada 2025 mencapai 2,58 juta ton atau 91,1% dari kebutuhan. Ketersediaan gula di dalam negeri diperkirakan mencapai 4,2 juta ton, atau 46,83% lebih tinggi dari proyeksi permintaan tahun ini.
Harga Gula di Pasar
Meskipun ketersediaan gula lebih dari cukup, Arief berkomitmen untuk menjaga harga gula di tingkat petani tidak mengalami penurunan signifikan.
Saat ini, Harga Acuan Penjualan (HAP) gula di tingkat petani adalah Rp 14.500 per kg, sementara harga di pabrik gula mencapai Rp 15.700 per kg. Harga gula mentah di tingkat petani saat ini tercatat Rp 14.825 per kg.
Namun, harga rata-rata gula konsumsi di tingkat konsumen tercatat Rp 18.304 per kg. Di beberapa provinsi, harga gula bahkan melebihi Harga Eceran Tertinggi (HET), yang ditetapkan Rp 17.500 di kawasan Indonesia non-timur dan Rp 18.500 di wilayah Indonesia Timur.
Arief menjelaskan bahwa impor gula mentah ini bertujuan agar pabrik penggilingan gula tetap beroperasi, terutama di luar musim giling (Mei-September). Gula mentah akan diproses di pabrik selama puncak kekosongan pasokan tebu.
Percepatan Musim Giling oleh ID Food
PT Rajawali Nusantara Indonesia (ID Food) juga berencana mempercepat musim giling gula pada 2025, yang biasanya berlangsung antara Mei hingga Agustus, menjadi April hingga Juli.
Sebelumnya, Direktur Utama ID Food, Sis Apik Wijayanto mengungkapkan bahwa percepatan ini didorong oleh permintaan petani tebu. Dari sisi teknis, ID Food telah memastikan kesiapan mesin produksi di enam pabrik gula.
"Kami akan mulai proses giling pada April 2025 karena petani tebu menghendakinya. Secara teknis, mesin produksi kami siap," ujar Sis di Kemenko Bidang Pangan, Jakarta pada Rabu (5/2).
ID Food menargetkan produksi gula tahun ini meningkat 14% menjadi 350.000 ton, meskipun lebih rendah dibandingkan tahun lalu yang tercatat 16,28%.
Peningkatan produksi didorong oleh efisiensi rendemen yang naik dari 7,65% pada 2024 menjadi 7,75% pada 2025. Selain itu, perluasan lahan tanam juga dilakukan oleh berbagai perusahaan, termasuk Perum Perhutani yang menambah kebun tebu seluas 6.000 hektare.
"Mayoritas perluasan tanam terjadi di Jawa Timur, bahkan banyak pekarangan rumah di Malang kini ditanami tebu karena harga dan rendemen yang bagus," ujar Sis.