Produksi Mobil Listrik RI Dimulai Tahun Depan tapi Seluruh Komponen Tetap Impor
Gabungan Industri Alat-Alat Mobil & Motor atau GIAMM menyatakan mayoritas produsen kendaraan listrik atau EV yang membangun atau bekerja sama dengan industri komponen lokal. Pengusaha komponen menilai mayoritas pabrik EV asal Cina akan mengimpor seluruh komponennya tahun depan.
Sekretaris Jenderal GIAMM, Rachmad Basuki mengatakan kegiatan perakitan dapat berkontribusi dalam perhitungan Tingkat Komponen Dalam Negeri atau TKDN khusus EV hingga 30%. Menurutnya, kegiatan pelatihan akan membuat produsen EV di dalam negeri mencapai target minimum TKDN EV tahun depan sebesar 40%.
"Perhitungan TKDN khusus EV ini harus dikaji ulang, seharusnya pakai perhitungan TKDN normal saja. Sebab, penghitungan TKDN EV tidak tegas dan terlalu ringan menurut saya," kata Basuki dalam Bisnis Indonesia Forum, Kamis (25/9).
Kementerian Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan mendata ada 12 pabrik EV baru pada akhir tahun ini. Alhasil, total realisasi investasi industri EV nasional menjadi Rp 19,9 triliun dengan kapasitas produksi 374.000 unit per tahun.
Basuki memberikan sinyal seluruh pabrik baru yang beroperasi akhir tahun ini akan memanfaatkan penghitungan TKDN khusus EV. Walau demikian, Basuki mengakui ada sebagian produsen EV yang mulai menjajaki produksi komponennya di dalam negeri, salah satunya PT BYD Indonesia.
Basuki mencatat BYD telah melakukan pertemuan bisnis dengan anggota GIAMM pada tahun lalu. Namun kerja sama bisnis untuk memasok komponen EV besutan BYD di dalam negeri belum terealisasi sampai saat ini.
Menurut Basuki, setidaknya ada dua hal yang menghambat kerja sama tersebut. Pertama, biaya produksi industri komponen lokal. Basuki menilai tingginya biaya produksi komponen di dalam negeri membuat produsen EV asal Cina memilih untuk memanfaatkan penghitungan TKDN khusus EV.
Selain itu, Basuki menilai belum ada kesepakatan terkait syarat dan ketentuan pembayaran antara industri komponen lokal dan pabrik EV asal Negeri Panda. Ia menemukan mayoritas produsen EV mengajukan agar pembayaran komponen dilakukan lebih dari 30 hari setelah waktu pengiriman.
"Industri komponen di dalam negeri sudah terbiasa memiliki ketentuan pembayaran dilakukan 30 hari setelah pengiriman. Kalau diminta lebih lama, industri komponen akan menanggung biaya tambahan. Itu yang belum sepakat menurut saya," katanya.
Impor EV
Sebelumnya, Deputi Bidang Koordinasi Infrastruktur Dasar Kemenko IPK, Rachmat Kaimuddin, menyampaikan kata kunci dalam peningkatan penggunaan EV di dalam negeri adalah produksi lokal. Rachmat mengakui volume impor EV secara utuh atau CBU melonjak selama beberapa tahun terakhir akibat insentif peniadaan bea masuk dan Pajak Pertambahan Nilai Barang Mewah pada EV.
Rachmat memaparkan impor EV pada tahun lalu naik sekitar sembilan kali lipat dari sekitar 2.000 unit pada 2023 menjadi lebih dari 18.000 unit. Menurutnya, volume impor EV CBU akan naik lebih dari 250% menjadi 65.000 unit pada tahun ini. Dengan demikian, total penjualan EV pada tahun ini diprediksi mencapai 100.000 unit dengan produksi lokal diperkirakan sekitar 35.000 unit.
Namun, Rachmat menekankan seluruh penjualan tersebut akan pindah ke dalam negeri mulai tahun depan. Sebab, Rachmat menekankan pemerintah tidak akan memperpanjang insentif impor EV CBU pada tahun depan. Penjualan EV yang diproduksi di dalam negeri pada tahun depan setidaknya mencapai 100.000 unit.
"Memang EV saat ini masih impor. Namun kami memberikan izin impor tersebut pada pelaku yang janji membangun pabrik EV di dalam negeri," katanya.