Lumpur, Helikopter, Tongkat Nabi Musa: Catatan 4 Hari Meliput Bencana Sumatera

ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas/agr
Rumah warga dan masjid tertimbun material longsor pasca bencana di Desa Lampahan Timur, Kecamatan Timang Gajah, Bener Meriah, Aceh, Minggu (14/12/2025). Berdasarkan data pos Komando tanggap darurat bencana hidrometeorologi Aceh mencatat sebanyak 14.352 rumah warga mengalami kerusakan berat dan ringan serta enam unit rumah ibadah rusak pasca bencana hidrometeorologi pada Rabu (26/11) lalu.
16/12/2025, 08.00 WIB

Perjalanan ini dimulai tanpa persiapan, tanpa koper, tanpa pakaian ganti, dan tanpa kepastian kapan pulang. Saya menjalani empat hari yang penuh lumpur, helikopter, dan perubahan jadwal mendadak saat meliput kunjungan PresidenPrabowo Subianto ke posko-posko banjir di Aceh.

Dalam perjalanan tersebut, saya melihat dari dekat bagaimana bencana menguji kesabaran warga di tiga posko pengungsian di Kabupaten Aceh Tamiang, Kabupaten Aceh Tengah, dan Kabupaten Bener Meriah.  Setelah 16 hari terdampak bencana banjir dan longsor, seluruh posko pengungsian tersebut telah merasakan tidak memiliki akses pangan sama sekali karena terisolasi selama tiga hari.

Warga korban banjir di tenda pengungsian (ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas)

Ratusan warga memenuhi setiap posko lantaran hunian mereka kini rata dengan tanah atau rusak berat akibat banjir dan longsor. Lumpur, bonggolan kayu, dan kebun sawit menjadi hal yang selalu ditemukan di setiap posko. Puluhan korban dari lansia sampai anak kecil bertengger di tengah jalan sambil meminta sumbangan di sepanjang jalan menuju posko pengungsian.

Aceh memang tak sedang mengulang tsunami 2004. Namun bagi sebagian warga, ingatan kehilangan itu kembali terasa dekat. Banyak dari mereka kini tak memiliki apa-apa selain baju yang dipakai.

Bagi saya pribadi, peliputan ini bukan sekadar liputan bencana. Ini menjadi salah satu agenda paling dinamis sepanjang karier jurnalistik saya.

Hari Pertama: Keberangkatan Dinamis

Saya menjalani aktivitas liputan seperti biasa pada Rabu (10/12). Hingga sekitar pukul 14.30 WIB, saat saya masih menulis bahan wawancara singkat dengan Ketua Umum Perhimpunan Bank Nasional Hery Gunardi, sebuah telepon masuk dari rekan jurnalis Katadata yang bertugas di Istana. Saya yang juga memiliki kartu identitas wartawan peliput kepresidenan, ditawarkan meliput kunjungan Presiden Prabowo Subianto ke Aceh.

Untuk menjaga menjaga relasi dengan Istana Kepresidenan, tawaran pun saya sanggupi tanpa tahu penerbangan dilakukan di Lapangan Udara Halim Perdanakusuma pukul 17.00 WIB di hari yang sama Setelah masuk grup WhatsApp, mayoritas pewarta meminta agar penerbangan ditunda menjadi pukul 03.30 besok, Kamis (11/12).

Alih-alih ditunda, waktu lepas landas dipercepat menjadi 16.00 WIB oleh Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden. Setelah ada rekan yang menyanggupi sekitar pukul 15.00 WIB, opini seluruh pewarta ikut menyanggupi agar terbang 60 menit lagi.

Saat itu, ada rekan jurnalis yang sudah berada di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, sedangkan mayoritas terpaksa putar balik menuju Lanud Halim. Alhasil, mayoritas pewarta yang meliput kunjungan Presiden Prabowo hanya berbekal laptop, alat pengisi daya, dan kebutuhan peliputan hari itu.

Sekitar pukul 15.55, sembilan dari 11 pewarta yang ikut meliput kunjungan Kepala Negara tiba di lobby Lanud Halim. Tiba-tiba, jumlah pewarta dalam agenda kunjungan tersebut bertambah menjadi 12 orang. Sebab, seorang pewarta televisi bertanya ke petugas BPMI dengan niat bercanda agar kameramennya juga ikut berangkat. Permintaan tersebut dipenuhi BPMI sembari ditemani suara tertawa pewarta di lobby soal nasib juru kamera tersebut. 

Waktu menunjukkan sekitar pukul 16.20, dua pewarta masuk ke bus menuju pesawat milik TNI Angkatan Udara. Salah satu dari dua orang pewarta tersebut hampir ditinggal karena telah sampai di Bandara Soekarno-Hatta, sedangkan satu orang lagi terlambat karena mengira penerbangan dilakukan pukul 03.30 WIB besok.

Alhasil, pesawat Boeing 737 milik TNI Angkatan Udara lepas landas sekitar pukul 16.30 WIB. Setelah mengudara, BPMI menjelaskan jadwal penerbangan dipercepat lantaran Lapangan Udara Soendowo, Sumatera Utara memiliki penerbangan terbatas yang hanya beroperasi hingga matahari tenggelam.

Sekitar pukul 18.30 WIB, pesawat mendarat dan 12 orang pewarta kini berjalan ke pintu masuk belakang Lanud Soewondo. Selang 10 menit, dua mobil mini bus tiba dan mengantarkan kami ke Mal Sun Plaza Medan untuk membeli pakaian dalam, kaos kaki, sikat gigi, kemeja, celana pendek, dan celana panjang sebagai modal peliputan besok.

Selama pengarahan peliputan, BPMI kerap menggunakan kata "kemungkinan" yang membuat seluruh jurnalis tidak mengetahui sampai kapan mereka akan meliput bencana di DI Aceh. Saat itu, kami diberitahu bahwa Kepala Negara masih melakukan kunjungan di Rusia yang membuat peliputan kunjungan ke daerah terdampak baru dilakukan lusa, Jumat (12/12).

Alhasil, agenda peliputan pada Kamis (11/12) diubah menjadi memantau lokasi pertama yang akan dikunjungi Presiden Prabowo, yakni Desa Sukajadi, Aceh Tamiang. Kami sepakat memulai perjalanan sekitar 4 jam dari Medan ke Desa Sukajadi pukul 09.00 WIB.

Hari Kedua: Desa yang Tenggelam oleh Lumpur

Jam tangan saya menunjukkan sekitar pukul 12.10 WIB saat melewati perbatasan Sumatera Utara dan DI Aceh. Setelah melewati belasan kilometer perkebunan sawit, rombongan tiba di pintu masuk Kabupaten Aceh Tamiang. Sisa-sisa lumpur yang mengisolasi kabupaten tersebut masih tampak di pinggir jalan hingga 100 meter dari gerbang Aceh Tamiang.

Sisi kiri gerbang Aceh Tamiang merupakan tebing dengan tinggi sekitar 25 meter yang terkikis akibat longsor. Sementar di sebelah kanan adalah jurang tempat lumpur hasil longsoran dibuang.

Sepanjang perjalanan, dampak banjir Aceh Tamiang terlihat jelas: mulai dari truk tangki yang tertumpuk hingga batas lumpur di dekat atap pada rumah satu lantai. Sebagian warga masih membersihkan lumpur dari dalam rumah maupun ruko di sepanjang jalan menuju Desa Sukajadi.

Pemerintah Aceh perpanjang masa tanggap darurat (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/rwa.)

Sekitar pukul 12.50 WIB, 12 jurnalis dari berbagai media tiba di Desa Sukajadi. Seluruh pewarta menggunakan topi dan masker akibat maraknya debu hasil lumpur yang mengering dan terik matahari.

Puluhan tenda membentang di atas Jembatan Kualasimpul yang menjadi hunian sementara warga Desa Sukajadi. Sebab, separuh Desa Sukajadi kini tertutupi lumpur hasil luapan Sungai Tamiang, separuh lainnya rusak dihantam bonggolan kayu dari hulu Sungai Tamiang.

Desa Sukajadi, Aceh Tamiang (Katadata/Andi M. Arief)

Berdasarkan pantauan Katadata, Desa Sukajadi kini dipenuhi lumpur setinggi pinggang orang dewasa. Aroma tengik dan pesing kini menemani beberapa warga Desa Sukajadi yang masih mengais perabotan di bawah lumpur.

Seluruh kegiatan ekonomi dan pendidikan di Desa Sukajadi kini berhenti total. Misalnya saja Dedi Erwin (35) yang bulan lalu masih bekerja sebagai montir sepeda motor. Kesibukan Dedi saat ini adalah mencari perabotan yang bisa diselamatkan di bawah timbunan lumpur Desa Sukajadi.

Senada, Najmu Oliver Riansyah (14) harus membantu mengangkat bantuan logistik maupun pekerjaan kasar lain di kawasan posko pengungsian. Oliver menyampaikan sekolahnya meliburkan semua siswa hingga Maret 2026 akibat akses ke sekolahnya masih tertimbun longsor.

Minimnya busana pria memaksa Oliver harus menggunakan baju sama sejak dua hari yang lalu. Selain itu, semua makanan yang dimakan merupakan makanan cepat saji, umumnya mie instan dan roti.

Oliver mengatakan sekolahnya meliburkan semua siswa hingga akhir Maret 2026. Menurutnya, dia dan seluruh teman sekelasnya harus menempuh ujian kelulusan pada hari pertama masuk sekolah nanti.

"Kami masuk setelah Hari Raya Lebaran 2026 dan langsung ujian kelulusan. Sekolah saya masih ada sekarang, tapi tidak ada jalan ke sana," kata Oliver.

Waktu menunjukkan pukul 14.30 WIB. Celana pendek seharga Rp 300.000 yang baru dibeli semalam kini dipenuhi noda lumpur hasil liputan. Sepatu kulit yang baru dibeli bulan lalu pun berkerak lumpur kering setelah turun ke Desa Sukajadi dan melakukan wawancara singkat di Jembatan Kualasimpul.

Alhasil, saya harus kembali membeli celana pendek dengan harga yang sama di Mal Sun Plaza akibat minimnya pengetahuan pasar garmen grosir di Medan.

Setelah makan malam di dekat hotel, BPMI menyampaikan rombongan akan dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok yang menaiki helikopter dan kelompok jalur darat. Kelompok yang menaiki helikopter akan mengikuti jadwal Presiden Prabowo mengunjungi posko bencana di Takengon dan Bener Meriah.

Hari Ketiga: Kunjungan Presiden Dimulai

BPMI menyampaikan Presiden Prabowo akan mendarat di Bandara Internasional Kualanamu sekitar 02.30 WIB Jumat (12/12). Untuk mengikuti protokol kenegaraan, seluruh pewarta berangkat dari hotel pukul 01.00 WIB. agar tiba di bandara sebelum pukul 01.30 WIB.

Karena tidak bisa mengetik di dalam mobil yang bergerak, saya terpaksa begadang untuk menulis bahan wawancara di Desa Sukajadi pada hari kedua. Sekitar pukul 12.30 saya membangunkan teman sekamar dan bersih-bersih di kamar mandi sebelum berangkat.

Setelah merekam Kepala Negara turun dari Pesawat Kenegaraan sekitar pukul 03.00 WIB, saya melanjutkan perjalanan darat ke Desa Sukajadi karena tidak ikut rombongan helikopter. Waktu perjalanan ke Aceh Tamiang saat itu lebih lama lantaran sopir beristirahat agak lama di tempat peristirahatan Tol Medan-Binjai.

Sekitar pukul 09.00 WIB saya bersama seorang jurnalis daring lain dan seorang jurnalis foto sampai di posko pengungsian Desa Sukajadi. Beberapa jurnalis lain asal Jakarta yang dibawa Kementerian Pekerjaan Umum dan Kementerian Sosial tampak telah ada di lokasi.

Posko yang kemarin, Kamis (11/12), sepi tiba-tiba dipenuhi puluhan orang. Sebagian pengungsi bahkan terlihat memakai pakaian rapi sambil mengawasi anak-anak yang dihibur oleh Tim Psikologi Polri.

Beberapa menteri tampak sudah di sekitar Desa Sukajadi, seperti Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Bahlil Lahadalia, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo, dan Menteri Sosial Syaifullah Yusuf. Sekitar pukul 09.30, tujuh jurnalis yang ikut rombongan helikopter berlari menuju posko pengungsian.

Selang 5 menit, Kepala Negara tiba dan membuat Pasukan Pengamanan Presiden harus bekerja keras menahan massa yang kini mengerubungi Presiden Prabowo. Prabowo hanya memberikan sambutan sekitar 5 menit sebelum memeriksa kondisi posko kesehatan dan dapur umum.

Presiden Prabowo Subianto di Aceh Tamiang (BKP)

Menurutnya, bantuan dan perbaikan infrastruktur yang dilakukan pemerintah tidak dapat berlangsung cepat. Ia menyatakan hal itu dengan menyebut pemerintah tidak memiliki “tongkat Nabi Musa” yang bisa menyelesaikan seluruh masalah secara seketika. Pernyataan tersebut disampaikan saat berdialog dengan para pengungsi di kawasan pengungsian Takengon, Aceh Tengah.

Dalam dialog tersebut, seorang pengungsi meminta pemerintah memulihkan jaringan listrik dan telekomunikasi di Aceh Tengah. Para pengungsi juga mendesak pemerintah menyediakan hunian layak bagi korban banjir dan longsor di wilayah tersebut.

“Pemerintah pasti akan turun dan membantu. Namun kami sebagai manusia tidak memiliki ‘tongkat Nabi Musa’ yang bisa menyelesaikan semua masalah dengan seketika,” kata Prabowo di Posko Pengungsian Takengon, Jumat (12/12).

Kepala Negara sempat bercengkrama dengan beberapa korban bencana, dari mendengarkan keluh kesah hingga swafoto. Rentang emosi yang ditunjukkan para pengungsi sangat beragam dari sedih mendalam setelah kehilangan anggota keluarga hingga bahagia setelah melakukan swadoto dengan presiden di area yang sama.

Waktu yang dihabiskan Prabowo bercengkrama dengan para pengungsi lebih lama dari pembacaan pidato. Hal tersebut membuat lalu lintas mengular di belakang rombongan Kepala Negara. Alhasil, rombongan jalan darat baru dapat meninggalkan Aceh Tamiang sekitar 11.30 WIB.

Hari Keempat: Langkat dan Helikopter

Saat pengarahan peliputan oleh BPMI kemarin, Kamis (11/12), kata "kemungkinan" kerap terlontar terkait waktu kepulangan menuju Jakarta. Alhasil, salah satu instruksi yang diberikan adalah meletakkan tas seluruh jurnalis di pintu hotel.

Saat pulang dari Aceh Tamiang ke Medan, BPMI menyampaikan bahwa Kepala Negara akan melanjutkan kunjungan ke posko pengungsian Langkat, Sumatera Utara. Saya dan dua orang jurnalis rombongan jalur darat harus menaiki helikopter untuk mengikuti kegiatan Kepala Negara.

Perubahan jadwal kembali membuat saya harus kembali ke Mal Sun Plaza Medan untuk membeli celana panjang dan kemeja. Secara total, saya harus merogoh kocek hampir Rp 1 juta untuk membeli celana dan kemeja selama empat hari kunjungan Presiden Prabowo ke daerah bencana Sumatera.

Pada Sabtu (13/12), 12 orang jurnalis tiba di Lanud Soendowo sekitar pukul 08.30 WIB. Sembari menunggu dua helikopter pendamping dan helikopter kenegaraan lepas landas sekitar 10.00 WIB, tiga orang petuga BPMI dan seluruh jurnalis menertawakan pengalaman peliputan dadakan tiga hari ke belakang, mulai dari kelakuan sopir bus yang unik, biaya membeli pakaian setiap jurnalis, hingga kejadian lucu di atas helikopter pada hari ketiga.

Sekitar pukul 10.15 WIB, baling-baling tiga helikopter mulai berputar dan Presiden Prabowo tiba di Lanud Soendowo. Setelah mengambil video Kepala Negara menaiki helikopternya, saya dan empat jurnalis televisi yang jadi anggota tetap rombongan helikopter berlari ke helikopter nomor tiga.

Helikopter (Katadata/Andi M. Arief)

Suara baling-baling terdengar bising dibarengi pendingin udara yang berhembus maksimal. Elevasi helikopter yang tidak stabil membuat kuping saya kerap kebas dan menghalangi suara penumpang di samping.

Seperti diketahui, Langkat merupakan kabupaten yang telah saya lalui empat kali selama kunjungan ke Desa Sukajadi. Sebab, waktu tempuh Medan menuju Langkat hanya sekitar 90 menit. Namun perjalanan menuju Langkat hanya usai sekitar 15 menit saat menggunakan helikopter.

Setelah mendarat di Helipad Lapangan  SPN Hinai Polda Sumut, saya dan tujuh orang jurnalis berlari menuju minibus khusus pewarta. Di dalam, telah menunggu anggota Paspampres yang mengkoordinasi posisi minibus tersebut.

Sepanjang perjalanan, saya menyadari anggota Paspampres tersebut memberitahukan seluruh kondisi jalan menggunakan kode khusus: menit menjad medan, sopir menjadi pilot, dan rangkaian rombongan presiden menjadi kobra.

Saat rombongan menuju Posko Bencana Banjir Langkat di MAN 1 Langkat, Presiden Prabowo sempat berhenti menyapa masyarakat. Saat itu pula saya harus berlari mengambil video dari rangkaian paling belakang ke rangkaian paling depan.

Cuaca Langkat hari itu cukup terik dan lembab, membuat wajah semua jurnalis di MAN 1 Langkat basah dengan keringat. Presiden Prabowo melakukan kunjungan lebih lama dibandingkan posko kemarin. Ia menyapa hampir seluruh warga di dapur umum, tenda pengungsian, dan posko kesehatan.

Kondisi peliputan di MAN 1 Langkat lebih buruk dari Jembatan Kualasimpul karena jumlah pengungsi yang mencapai ratusan orang. Tanah sekolah tersebut kini dipenuhi oleh debu akibat lumpur yang mengering. Alhasil, celana panjang seharga Rp 300.000 yang saya baru kemarin kembali dipenuhi dengan noda lumpur karena harus bersimpuh saat Prabowo menyampaikan pidato.

Presiden Prabowo Subianto berkomitmen untuk memantau langsung perbaikan dampak bencana banjir di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Hal tersebut disampaikan saat ia mengunjungi Posko Pengungsian Banjir Langkat di MAN 1 Langkat, Desa Pekubuan, Sumatera Utara.

Salah satu infrastruktur yang menjadi sorotan Kepala Negara adalah sektor sumber daya air, seperti tanggul dan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Prabowo mengatakan pemerintah akan segera mengatasi kekurangan air bersih dan air minum di Kabupaten Langkat.

“Perbaikan tanggul akan segera kami lakukan. Semua kekuatan kita, seperti TNI dan Kementerian Pekerjaan Umum, akan kami kerahkan,” kata Prabowo di MAN 1 Langkat, Sabtu (13/12).

Sekitar pukul 12.30, Prabowo kembali ke Pindad MV3 Maung Garuda menuju Helipad Lapangan  SPN Hinai Polda Sumut. Lanud Soendowo saat itu hujan, membuat juru kamera harus berlari menuju tempat berteduh.

Presiden kunjungi Aceh Tamiang (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/nym.)

Sebelum kembali ke Jakarta, Prabowo bersedia melakukan wawancara singkat di samping pesawat kenegaraan sekitar 13.00 WIB. Presiden Prabowo Subianto mengatakan pembangunan hunian bagi warga terdampak banjir dan longsor di DI Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat tidak bisa diselesaikan pada bulan ini. Para korban banjir masih harus menunggu lantaran pemerintah masih mengidentifikasi jumlah dan tingkat kerusakan hunian.

Kepala Negara mensinyalir fokus utama pemerintah adalah membuka isolasi di wilayah terdampak. Menurutnya, perbaikan infrastruktur, seperti listrik, air bersih, dan hunian tetap, secara utuh tidak bisa dilakukan dengan sekejap.

"Saya kira rakyat masih tegar dan sabar. Kami sudah merencanakan alokasi  perumahan dan hal-hal terkait hunian tetap," kata Prabowo di Lapangan Udara Soewondo, Sabtu (13/12).

Selain itu, Kepala Negara berkomitmen untuk menertibkan pembalakan liar yang disinyalir menjadi penyebab banjir dan longsor di DI Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat. Hal tersebut disampaikan dalam menanggapi Kepolisian RI yang telah menetapkan tersangka kasus dugaan pembalakan liar di Sumatera Utara.

"Pembalakan liar akan kami tertibkan, prosesnya sudah kami mulai," katanya.

Pesawat B-737 milik TNI Angkatan Udara tercatat meninggalkan Lanud Soendowo sekitar pukul 13.40. Peliputan bencana yang tadinya dijadwalkan satu hari berubah menjadi empat hari berakhir saat pesawat mendarat di Lanud Halim Perdanakusuma sekitar pukul 17.00 WIB.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

Reporter: Andi M. Arief