Dampak Virus Corona, Industri Penerbangan Global Terancam Rugi

ANTARA FOTO/REUTERS/AAP Image/Joel Carrett
Kru penerbangan China Eastern Airlines memakai masker pelindung saat kedatangan di Bandara Internasional Sydney, Australia, Kamis (23/1/2020).
Penulis: Hari Widowati
24/1/2020, 19.54 WIB

Sejumlah maskapai penerbangan global menghentikan penerbangan dari dan ke Wuhan, Tiongkok untuk mencegah penyebaran virus corona (2019-nCov). Virus ini juga telah menyebar ke Jepang, Thailand, Korea Selatan, Amerika Serikat (AS), Taiwan, dan Singapura. Jika berubah menjadi pandemik, industri penerbangan global bakal menghadapi kerugian.

Virus corona penyebab pneumonia di Wuhan diketahui memiliki ciri-ciri yang mirip dengan virus corona penyebab penyakit Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) atau flu burung yang terjadi pada 2003. Menurut data International Air Transport Association (IATA), penumpang pesawat di Asia anjlok hingga 45% pada saat wabah SARS merebak.

Seperti dilansir Reuters, Cathay Pacific harus memangkas 40% penerbangannya dan mencatatkan kerugian. Begitu pula dengan Singapore Airlines Ltd, Japan Airlines Co Ltd, dan ANA Holdings Inc.

(Baca: Garuda Belum akan Hentikan Penerbangan untuk Antisipasi Virus Corona)

Tiongkok, Penyumbang Pariwisata Internasional

Dampak dari virus corona diperkirakan tidak kalah besar. Apalagi, saat ini industri penerbangan global lebih tergantung pada para wisatawan Tiongkok. Menurut Travelchinaguide.com, jumlah wisatawan asal Tiongkok yang berwisata ke berbagai belahan dunia pada 2019 sekitar 166 juta orang. Angka tersebut naik 11% dibandingkan 2018.

Menurut Reuters, wisatawan Tiongkok menyumbang 15% dari jumlah wisatawan asing di Australia. Angka ini menunjukkan kenaikan hampir empat kali lipat dibandingkan pada 2003 sebesar 4%.

Para wisatawan Tiongkok tersebut sebagian besar menumpang maskapai penerbangan asal negaranya kemudian mengambil penerbangan domestik setelah tiba di Australia. Maskapai penerbangan Qantas Airways Ltd bisa terdampak jika permintaan penumpang terhadap penerbangan turun.

(Baca: Korban Virus Bertambah jadi 25 Orang, China Tutup Akses Transportasi)


Sejak 2003, jumlah penumpang pesawat terbang tumbuh lebih dari dua kali lipat seiring pertumbuhan Tiongkok sebagai pasar outbound travel terbesar di dunia. Berkat pesatnya pertumbuhan wisatawan itu, pendapatan industri penerbangan global pun tumbuh 2,6 kali lipat dari US$ 322 miliar pada 2003 menjadi US$ 838 miliar pada 2019.

"Walaupun hanya satu pasar sekunder, jika seluruh negara atau wilayah yang lebih luas terdampak (wabah virus corona), ini berada di luar kendali industri," ujar analis penerbangan independen, Brendan Sobie, kepada Reuters di Singapura.

Penerbangan dari dan ke Wuhan Dibatalkan

Beberapa maskapai penerbangan dunia telah membatalkan penerbangan dari dan ke Wuhan setelah otoritas setempat mengumumkan wilayah tersebut ditutup. Maskapai penerbangan itu adalah Korean Air Lines, Scoot, China Airlines, ANA, Air Asia, dan Malindo. Maskapai penerbangan murah dari Korea Selatan, T'way Air, pada awal pekan ini juga menunda peluncuran rute baru ke Wuhan.

Berdasarkan penelusuran di situs FlightRadar24, sejak Kamis (23/1) pagi, sebanyak 184 penerbangan ke Wuhan dibatalkan. Bandara Tianhe di Wuhan melayani 2% dari total lalu-lintas udara di Tiongkok dan sebagian besar melayani rute domestik. Broker Jefferies memperkirakan 88,8% dari total penerbangan di bandara itu adalah penerbangan domestik. Maskapai China Southern Airlines Co Ltd memiliki pangsa pasar terbesar di bandara itu, yakni 30%.

(Baca: Cegah Virus Corona Masuk, Kemenhub Larang Maskapai RI Terbang ke Wuhan)