Uni Eropa Terapkan Bea Masuk Antisubsidi Biodiesel Mulai Hari Ini

Katadata | Arief Kamaludin
Ilustrasi biodiesel. Uni Eropa menerapkan bea masuk antisubsidi biodiesel asal Indonesia mulai hari ini (14/8).
Penulis: Rizky Alika
14/8/2019, 07.54 WIB

Komisi Uni Eropa menerapkan bea masuk antisubsidi biodiesel sebesar 8-18% mulai hari ini (14/8). Hal itu dilakukan untuk mengembalikan level kesetaraan di antara produsen di Uni Eropa.

"Bea masuk dikenakan sementara, serta penyelidikan akan terus berlanjut hingga ditetapkan langkah definitif pada pertengahan Desember 2019," kata Eksekutif Uni Eropa seperti yang dikutip dari Reuters, Rabu (14/8).

Dewan Biodiesel Uni Eropa menyebutkan, pasar biodiesel Uni Eropa diperkirakan mencapai 9 miliar euro per tahun atau sekitar Rp 143,1 triliun. Dari jumlah tersebut, impor dari Indonesia mencapai 400 juta euro atau sekitar Rp 7,9 triliun.

(Baca: Indonesia Tolak Rencana Bea Masuk Anti-Subsidi Biodiesel Uni Eropa)

Komisi Uni Eropa pun melakukan penyelidikan anti subsidi pada biodiesel Indonesia sejak Desember 2018 lalu. Penyelidikan dilakukan atas keluhan Dewan Biodiesel Eropa. Dewan mengatakan, produsen biodiesel Indonesia mendapatkan subsidi dari hibah, pajak, dan akses bahan baku di bawah harga pasar.

Atas hal tersebut, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita mengusulkan pengenaan tarif produk olahan susu (dairy products) Uni Eropa 20-25%.  "Kami pasti akan terapkan dan kami sudah minta importir untuk pengalihan sumber," kata dia di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/8).

Enggar juga meminta importir produk susu olahan untuk mencari pemasok selain Eropa, seperti Australia, India, Selandia Baru atau Amerika Serikat (AS). Ia menyarankan importir untuk mempercepat pergeseran impor. Lagipula, menurutnya pergeseran impor buah bisa menjadi contoh untuk pergeseran impor produk olahan susu.

(Baca: Biodiesel RI Resmi Kena Sanksi, Pemerintah Pastikan Balas Uni Eropa)

Selain pengenaan bea masuk antisubsidi, Uni Eropa memberlakukan aturan arahan energi terbarukan atau Renewable Energy Directive II (RED II) pada Mei lalu. Dalam aturan itu disebutkan bahwa konsumsi bahan bakar nabati berisiko tinggi di Uni Eropa akan dibatasi pada 2020-2023.

Konsumsi bahan bakar nabati berisiko tinggi itu tidak boleh lebih besar dari tahun ini. Kemudian, konsumsinya ditarget turun bertahap mulai 2024. Harapannya, bahan bakar itu tidak lagi digunakan pada 2030. Adapun CPO masuk dalam kategori minyak nabati berisiko tinggi.

(Baca: Balas Serangan Biodisel Eropa, Mendag Usul Pengenaan Tarif 25% Susu )

Reporter: Rizky Alika