600 Perusahaan AS Cemas, Desak Trump Akhiri Perang Dagang dengan Cina

ANTARA FOTO/REUTERS/Kevin Lamarque/File Foto
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo, penasehat keamanan nasional AS John Bolton dan Presiden China Xi Jinping menghadiri jamuan makan malam setelah ktt pemimpin negara G20 di Buenos Aires, Argentina, Sabtu (1/12).
Penulis: Muchamad Nafi
14/6/2019, 08.04 WIB

Walmart Inc, Target Corp, dan lebih dari 600 perusahaan lainnya mendesak Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk menyelesaikan perang dagang dengan Tiongkok. Melalui sepucuk surat pada Kamis (13/6/2019), mereka mengatakan bahwa perang tarif merugikan bisnis dan konsumen Amerika.

Surat ini adalah yang terbaru dari banyak lembaran yang dikirim ke pemerintah Trump. Sebelumnya ada yang melayangkan melalui Tarif Hurt the Heartland, kampanye nasional untuk menentang tarif yang didukung oleh lebih dari 150 kelompok perdagangan dari pertanian, manufaktur, ritel, dan industri teknologi.

Desakan para pengusaha ini penting karena ketegangan perdagangan Amerika dan Cina meningkat sejak sebelum pertemuan yang mungkin terjadi antara Trump dan Presiden Cina Xi Jinping pada KTT G20 28-29 Juni di Osaka, Jepang. Trump mengatakan dia ingin bertemu Xi di sana dan akan memutuskan apakah akan memperpanjang tarif ke hampir semua impor Cina setelah itu.

Dengan kurang dari tiga minggu sebelum pembicaraan antara pemimpin Tiongkok dan Amerika Serikat, harapan untuk kemajuan dalam mengakhiri perang dagang masih rendah. Sejumlah sumber mengatakan kepada Reuters bahwa ada sedikit persiapan untuk pertemuan meski kesehatan ekonomi dunia dipertaruhkan.

(Baca: Perang Dagang Sengit, Jokowi Minta Pengusaha Jeli Lihat Peluang Ekspor)

“Kami tetap khawatir tentang kenaikan saling balas tarif,” demikian salah satu pernyataan dalam surat baru yang dikirim pada Kamis (13/6/2019). “Tarif yang diterapkan secara luas bukanlah alat yang efektif untuk mengubah praktik perdagangan tidak adil dengan Cina. Tarif adalah pajak yang dibayarkan langsung oleh perusahaan Amerika, bukan Cina.”

Walmart, pemberi kerja sektor swasta terbesar di Amerika Serikat dan pengecer terbesar di dunia, mengatakan tarif akan menaikkan harga-harga bagi konsumen Amerika Serikat. “Perdagangan secara keseluruhan telah baik bagi orang Amerika, baik bagi konsumen, dan saya menyadari hal itu kadang-kadang dikritik,” kata Kepala Eksekutif Walmart Doug McMillon pekan lalu.

Dia mendesak pemerintah Trump fokus pada bagaimana perdagangan membantu sejumlah besar orang di negaranya. Tambahan 25 persen tarif impor senilai US$ 300 miliar, di atas yang sudah dipungut, akan menghapus lebih dari dua juta pekerjaan di Amerika Serikat. Ini satu di antara argumen yang dibangun Walmart dalam surat itu yang mengutip perkiraan dari konsultan internasional Trade Partnership.

(Baca: AS-Tiongkok Terus Bersitegang, Mayoritas Bursa Saham Asia Tertekan)

Mereka juga akan menambahkan lebih dari US$ 2.000 dalam biaya untuk rata-rata empat keluarga Amerika dan mengurangi nilai Produk Domestik Bruto AS sebesar satu persen. “Perang dagang yang meningkat bukan demi kepentingan terbaik negara itu, dan kedua belah pihak akan kalah,” kata surat itu.

Sebelumnya, Trump mengobarkan perang dagang dengan Cina lantaran menuding Negeri Tembok Raksasa tersebut bertindak curang. Alhasil Amerika merugi besar dengan defisit neraca pedaganagn hingga miliaran dolar AS selama bertahun-tahun.

Ia menganggap kenaikan tarif bea masuk impor yang mulai berlaku sejak dua tahun lalu sebagai aksi balasan yang sepadan. Sejak awal 2018, defisit perdangan barang Amerika dengan Tiongkok memang mulai menurun, walau tidak terlalu signifikan, dengan konsekuensi sebagian barang-barang produksi Amerika yang bahan bakunya dari Cina pun menjadi lebih mahal.

Berdasarkan data Badan Statistik Amerika, defisit neraca perdagangan AS dengan Tiongkok pada Maret 2019 menyusut 16,2 % menjadi US$ 20,74 miliar (Rp 297 triliun) dan berkurang 12% dibanding Maret tahun sebelumnya. Defisit neraca perdagangan AS tersebut juga merupakan yang terendah dalam 72 bulan terakhir. (Lihat Databoks berikut ini).

Sebagai informasi, sepanjang 2018 Amerika mengalami defisit US$ 419,16 miliar berdagang barang dengan Tiongkok. Angka tersebut merupakan yang terdalam dibanding tahun-tahun sebelumnya.

Reporter: Antara