Wariskan Kerajaan Bisnis ke Anak, Trump Dinilai Masih Bermasalah

ANTARA/Reuters/Lucas Jackson
12/1/2017, 13.50 WIB

Donald Trump memutuskan mewariskan kerajaan bisnisnya kepada dua anaknya, yaitu Eric dan Donald Jr. Keputusan itu dibuatnya sebelum dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat (AS) pada 20 Januari mendatang. Namun, keputusan itu dinilai belum cukup untuk menghindari konflik kepentingan saat Trump menjalankan tugasnya sebagai Presiden AS.  

Direktur Kantor Etik Pemerintah Amerika Serikat, Walter M. Shaub, mengkritik keputusan Trump tersebut. Mengacu kepada pengalaman masa lalu, Presiden AS yang punya perusahaan harus menyerahkan pengelolaannya ke badan yang biasa disebut "blind trust".

Blind trust merupakan skema manajemen finansial semacam perwalian, yang melibatkan administrator independen untuk menjalankan perusahaan tersebut. Skema ini untuk mencegah konflik kepentingan, karena pemilik bisnis, dalam hal ini Trump dan keluarganya, tidak mengetahui pengelolaan aset-asetnya. 

"Ini bukanlah pengaturan finansial yang disebut blind trust. Bahkan tidak mendekati sama sekali," kata Shaub seperti dilansir CNN Money, Rabu (11/1). (Baca: Pemerintah Cina Ancam Serang Balik Kebijakan Trump)

Shaub menjelaskan, langkah Trump memisahkan diri dari kepentingan bisnisnya dengan mewariskan kepada keluarganya, bukanlah praktik yang lazim dalam tradisi Presiden AS selama empat dekade terakhir.

Kantor Etik Pemerintah AS memang bukanlah lembaga penegakan hukum, melainkan lembaga penasihat bagi pejabat publik. Kantor tersebut memberikan masukan bagi para pejabat agar dapat menghindari konflik kepentingan selama menjadi pejabat pemerintah. 

Dalam konferensi pers pertamanya menjelang dilantik, di Trump Tower, New York, Rabu waktu setempat (11/1), Trump menyatakan akan menyerahkan induk usaha bisnisnya dalam sebuah trust yang dikendalikan oleh Donald Jr. dan Eric. Jadi, Trump tidak akan menduduki pucuk pimpinan dari Trump Organization.

Namun, Trump tidak berencana menjual kepemilikan sahamnya di berbagai lini bisnis. Di bawah pengelolaan blind trust, Trump hanya berniat menjual induk usahanya dan mempersilakan manajer independen untuk melakukan investasi.

(Baca: Trump Pilih Mantan Peserta Apprentice Masuk Gedung Putih)

Dengan cara itu, Trump tidak bisa menerima keuntungan secara langsung. Namun, Shaub tetap mempertanyakan rencana Trump tersebut. "Jangan sampai masyarakat menilai para pemimpin menggunakan jabatan mereka di pemerintahan untuk mencari keuntungan," katanya. 

Shaub, yang diangkat Presiden Obama pada Januari 2013, mengatakan seharusnya Trump bertindak sesuai aturan yang berlaku. Sebab, setiap presiden berpotensi memiliki konflik kepentingan, termasuk potensi terhadap tindak korupsi.

(Baca: Trump Pilih Mantan Bos Gulat WWE Pimpin Agen Federal UKM)

Shaub mencontohkan langkah Rex Tillerson, yang mengundurkan diri dari posisi CEO ExxonMobil. Tillerson mengajukan pengunduran diri setelah dipilih Trump menjadi Sekretaris Negara AS.

Seperti dikutip dari Investopedia, Trump memiliki kekayaan US$ 3,9 miliar lewat konglomerasi usahanya di berbagai sektor. Di bawah payung Trump Organization, kerajaan bisnisnya terentang di seantero Amerika dan sekitar 25 negara lainnya, termasuk Indonesia.

Di sektor properti, Trump punya aset properti di Virginia, Illinios, Florida, New Jersey, Nevada, California, New York, Connecticut, dan Hawaii. Sedangkan di luar negeri, dia punya aset properti di Kanada, Turki, Panama, Korea Selatan, Filipina, India, dan Uruguay.

Trump juga punya hotel di berbagai kota di AS, serta di luar negeri seperti Brasil, Kanada, dan Azerbaijan.
Pria berambut kuning ini juga punya usaha lapangan golf, kasino, hingga bisnis hiburan, seperti manajemen model dan rumah produksi. Di Indonesia, Trump berencana membangun resor mewah di Bogor dan Bali, yang bermitra dengan bos MNC Group, Hary Tanoesoedibjo.