Misteri Seputar Asal Mula Virus Corona, Banyak Teori tapi Minim Bukti

ANTARA FOTO/REUTERS/Aly Song/foc/dj
Ilustrasi. Asal mula virus Covid-19 masih menjadi misteri. Banyak teori konspirasi bermunculan, namun minim bukti.
Penulis: Sorta Tobing
29/4/2020, 18.55 WIB

Virus Covid-19 telah menginfeksi lebih 3,1 juta orang di dunia. Informasi seputar cara penularan dan pencegahannya sudah diketahui para ahli. Namun, soal asal kemunculannya masih menjadi misteri.

Para ilmuwan sepakat virus corona berasal dari kelelawar. Tapi tak ada yang tahu pasti awal mula virus itu masuk ke tubuh manusia.

Pemerintah Tiongkok sempat mengatakan Covid-19 muncul pertama kali di sebuah pasar di Wuhan, Hubei. Di sana banyak diperjualbelikan satwa liar untuk makanan.

Wuhan dipercaya sebagai pusat wabah bermula. Hal ini berdasarkan data 41 kasus pertama pada Desember 2019 yang 66% memiliki kontak dengan pasar tersebut.

Tapi ada juga teori yang menyebut kalau virus ini muncul dari kebocoran sebuah laboratorium penelitian di kota tersebut. Namanya Wuhan Institute of Virology.

Di laboratorium insitut tersebut memang ada penelitian virus corona dari kelelawar. Penelitian ini dirancang untuk mencegah pandemi, seperti SARS, terjadi lagi.

SARS merupakan sindrom pernapasan akut yang muncul pada November 2002 di Provinsi Guangdong, Tiongkok. Penyakit ini juga muncul dari virus corona kelelawar, tapi jenisnya berbeda dengan Covid-19.

(Baca: Tiga Juta Pasien Corona di Dunia, Beberapa Negara Ini Masih Nol Kasus)

Teori ini sudah muncul sejak Februari 2020 dan diperkuat laporan beberapa media, termasuk Washington Post pada 14 April lalu. Media asal AS itu menemukan bukti dua kabel peringatan dari pejabat Kedutaan Besar AS yang beberapa kali mengunjungi Wuhan Institute of Virology.

Peringatan yang muncul dua tahun sebelum pandemi corona itu menyebut fasilitas penelitian di Wuhan tidak menerapkan standar keamanan yang tepat. Di saat bersamaan para penelitinya melakukan studi berrisiko pada virus corona.

“Selama berinteraksi dengan para ilmuwan di laboratorium WIV, kami mencatat laboratorium baru ini memiliki kekurangan serius dari segi teknisi dan peneliti terlatih yang diperlukan untuk mengoperasikannya dengan aman,” tulis kabel bertanggal 19 Januari 2018.

Presiden AS Donald Trump kemudian memakai dugaan tersebut untuk menyalahkan Cina penyebab pandemi corona. Pada 15 April 2020, ia mengatakan akan memeriksa apakah virus itu berasal  laboratorium Wuhan. Partai Republik di negara itu pun mendukung dan meminta Beijing bertanggung jawab.

(Baca: Eropa Perlonggar Lockdown, WHO Ingatkan Pandemi Corona Belum Selesai)

Ilustrasi penanganan pasien Covid-19 di Tiongkok. (ANTARA FOTO/REUTERS/China Daily)

Laboratorium di Wuhan Bantah Penyebab Covid-19

Presiden EcoHealth Alliance dan ahli ekologi penyakit, Peter Daszak, menyanggah dugaan itu. Ia sudah 15 tahun berkolaborasi dengan para ilmuwan Tiongkok. Penelitiannya termasuk soal virus berbahaya di satwa liar, seperti SARS, MERS, dan Ebola.

Ia percaya SARS-CoV-2 alias Covid-19 berasal dari kelelawar dan melompat ke orang di suatu tempat. Kemungkinan di Tiongkok. “Wuhan Institute of Virology memang memiliki sejumlah kecil virus corona kelelawar dalam sampelnya. Tapi itu bukan SARS-CoV-2,” katanya seperti dikutip dari Vox.

Angela Rasmussen, seorang ahli virus di Universitas Columbia, juga melihat teori kebocoran laboratorium sangat tidak mungkin. "Virus ini berasal dari kelelawar dalam keadaan yang tidak diketahui," ucapnya.

Dugaannya bisa jadi dari seseorang yang mengumpulkan kotoran kelelawar untuk pupuk, orang yang membersihkan gudang atau menjelajahi gua. Apapun bisa jadi pemicunya ketika seseorang terpapar hewan tersebut kemudian menyebarkannya ke orang lain.

(Baca: Kepercayaan Publik terhadap Kemampuan Pemerintah Tangani Corona Turun)

Pemimpin laboratorium di Wuhan, Shi Zhengli atau kerap disebut wanita kelelawar, membantah spekulasi tersebut. Ia sudah menginstruksikan kepada timnya untuk mengirim sampel dan mengurutkan genom virus yang ada.

Seluruh hasil pemeriksaan telah ia baca dan tak menemukan kesalahan penanganan sampel, terutama selama pembuangan. “Itu benar-benar menghilangkan beban pikiran saya. Aku tidak tidur selama berhari-hari,” kata Shi.

Covid-19, dari Wabah jadi Pandemi (Katadata)

Seorang Tentara di AS Dituduh Menyebarkan Virus Corona

Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesu menyebut spekulasi seputar virus korona sebagai berita palsu. Tapi hal itu tak menghentikan kemunculan teori lainnya.

Yang terbaru, seorang tentara cadangan AS dan ibu dari dua anak, Maatje Benassi, menjadi sasaran perundungan di media sosial. Oleh para penikmat teori konspirasi, Benassi disebut sebagai orang yang membawa virus Covid-19 ke Tiongkok.

Alamat rumahnya terekspos di media, sebelum akhirnya Benassi dan suaminya menutup akun media sosialnya. “Ini seperti bangun dari mimpi buruk yang menjadi semakin buruk hari demi hari,” ucap Benassi.

(Baca: Bill Gates Prediksi Vaksin Virus Corona Baru Tersedia Tahun Depan)

Meskipun keduanya bekerja untuk pemerintah AS, mereka merasa tak berdaya dengan segala macam bully yang dilakukan para warganet. “Saya ingin semua orang berhenti melecehkan saya karena ini adalah penindasan dunia maya kepada saya dan sudah tidak terkendali,” ujarnya sambil menahan air mata.

Teori konspirasi yang menyeret Benassi berawal pada Maret lalu. Dasarnya adalah ketika ia mengikuti olimpiade militer di Wuhan pada Oktober 2019. Saat menjadi peserta perlombaan sepeda, Benassi mengalami kecelakaan hingga patah tulang rusuk dan gegar otak.

Ia berhasil menyelesaikan lomba tapi dicopot dari grup. Di sinilah konspirasi muncul. Keberadaannya di Wuhan lantas dikaitkan dengan teori AS membawa senjata biologis ke Tiongkok.

Orang yang memanaskan teori itu adalah George Webb, seorang pembuat konten di Youtube yang memiliki 100 ribu pengikut. Ia diduga gemar menyebarkan berita palsu melalui situs berbagi video tersebut.

New York Post menulis, Webb tidak dapat memberi bukti untuk mendukung klaimnya. Namun, klaim tanpa bukti itu telah menjadikan Benassi target ancaman, bahkan pembunuhan.

(Baca: Empat Negara yang Dinilai Sukses Kendalikan Penyebaran Corona)