Otoritas Bursa Beijing Berharap Biden Perbaiki Relasi dengan Tiongkok

ANTARA FOTO/REUTERS/Carlos Barria/AWW/dj
Presiden AS terpilih Joe Biden menjadi harapan perbaikan hubungan dengan Tiongkok.
Penulis: Yuliawati
17/11/2020, 17.34 WIB

Pihak otoritas di Beijing berharap hubungan Tiongkok-Amerika Serikat menjadi lebih baik di bawah pemerintahan Presiden terpilih AS Joe Biden. Di bawah pemerintahan Presiden AS Donald Trump, hubungan antara Tiongkok dan AS berada pada titik terburuk dalam beberapa dekade karena perselisihan mulai dari teknologi dan perdagangan hingga Hong Kong dan virus corona.

Reuters melaporkan Wakil Ketua Komisi Otoritas Sekuritas Tiongkok Fang Xinghai mengharapkan pemerintahan Biden bertemu dengan pimpinan Tiongkok untuk mengelola perbedaan dan mendorong kemajuan hubungan dua negara.

Hingga saat ini, Biden belum menjabarkan strateginya terhadap Tiongkok, beberapa indikasi menunjukkan bahwa dia akan melanjutkan pendekatan yang keras kepada Beijing.

Salah satu persoalan yang mendapatkan sorotan yakni ketentuan akuntansi terhadap perusahaan Tiongkok. Pada bulan Agustus, pejabat Komisi Sekuritas dan Bursa AS dan Departemen Keuangan mendesak Trump untuk menghapus perusahaan Tiongkok yang berdagang di bursa AS dan gagal memenuhi persyaratan auditnya pada Januari 2022.

Fang juga menyatakan rencana penawaran umum perdana Ant Group senilai US$ 37 miliar tergantung pada bagaimana pemerintah AS merestrukturisasi kerangka peraturan tentang teknologi keuangan, dan bagaimana perusahaan bereaksi terhadap lingkungan peraturan yang berubah.

Pemerintah Tiongkok telah mengucapkan selamat kepada Biden sebagai presiden terpilih AS pada Jumat (13/11 seperti dilaporkan media Perancis AFP. Ucapan selamat dari Tiongkok datang hampir satu minggu setelah pemenang pemilihan presiden diumumkan.

"Kami menghormati pilihan rakyat Amerika. Kami ungkapkan ucapan selamat dari kami untuk Tuan Biden dan Nyonya (Kamala) Harris," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Tiongkok, Wang Wenbin.



Setelah sempat menampik kemenangan Biden, baru-baru ini Trump melalui akun Twitter mengakui kemenangan pesaingnya. Meski begitu, Trump menegaskan kemenangan tersebut diperoleh dari hasil kecurangan.

“Dia menang karena pemilu di curangi. Di sana tidak ada pengawas suara. Saya tidak mengakui apapun,” ujar Trump melalui akun twitternya.

Trump menilai surat suara juga dihitung oleh perusahaan yang mempunyai reputasi buruk dan tidak memenuhi syarat. Melalui dugaan tersebut, Trump telah mengajukan gugatan ke sejumlah negara terkait pilpres Amerika Serikat. “Perusahaan itu bahkan tidak bisa mengikuti standar Texas,” kata dia.

Namun, karena bukti yang dikumpulkan terbatas dan klaim yang diajukan tidak berlandaskan apapun, sampai saat ini tuntutan itu belum berhasil diproses oleh pengadilan setempat. Beberapa pejabat pemilu juga tak menemukan bukti kecurangan.

Bahkan, kini publik mengira Trump berusaha merusak kepercayaan pemilih dengan mengajukan gugatan kepada pengadilan. Pendukung Trump juga mencabut tuntutannya di beberapa negara di antaranya diwakili oleh pengacara James Bopp dan kelompok konservatif True the Vote.

Selama masa kepemimpinan empat tahun di Gedung Putih, Trump kerap menyudutkan Beijing di antaranya dalam masalah pandemi Covid-19 dan mengkritik penerapan hak asasi manusia di Xinjiang dan Hong Kong. Trump telah menggambarkan Tiongkok sebagai ancaman terbesar bagi Amerika dan demokrasi dunia.

Reporter: Annisa Rizky Fadila, Antara