Meski Diprotes, Australia Tetap Lockdown Sampai Vaksinasi Capai 70%

ANTARA FOTO/REUTERS/Loren Elliott/FOC/djo
Warga berada dalam antrian di pusat vaksinasi virus corona (COVID-19) di Sydnet Olympic Park selama masa penguncian untuk mengendalikan penyebaran wabah penyakit virus corona di Sydney, Australia, Senin (16/8/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Loren Elliott/FOC/djo\
23/8/2021, 08.18 WIB

Kendati telah mengundang banyak protes, Australia akan tetap memberlakukan lockdown atau penguncian wilayah sebagai strategi melawan Covid-19 sampai setidaknya 70% dari warganya menerima vaksinasi dosis penuh. Setelah itu, Australia bisa mulai bersiap untuk hidup berdampingan dengan virus corona.

Dilansir dari Reuters, negeri Kanguru tersebut tercatat memiliki angka harian aktif sebesar 914 kasus. Kondisi tersebut mengakibatkan negara bagian selatan dan timur New South Wales, Victoria, dan Canberra tetap dibatasi secara ketat.

“Anda tidak dapat hidup dengan penguncian selamanya dan pada titik tertentu, Anda perlu melakukan perubahan, dan itu dilakukan saat 70% sudah divaksin penuh,” kata Perdana Menteri Australia Scott Morrison dikutip dari Reuters, Senin (23/8).

Lockdown adalah elemen kunci dari strategi pemerintah federal Australia untuk mengendalikan wabah hingga tingkat 70% tercapai. Sementara itu, perbatasan Australia akan dibuka kembali secara bertahap ketika angka vaksinasi Covid-19 naik menjadi 80% dari total penduduk.

 Berbeda dari strategi sebelumnya, yakni harus mencapai nol kasus Covid-19. Morisson menyebut sangat tidak mungkin Australia dapat mencapai nol kasus sebelum pembatasan dilonggarkan.

"Lockdown bukanlah cara yang berkelanjutan untuk menangani virus dan itulah mengapa kita harus mencapai target vaksinasi sebesar 70% dan 80%, sehingga kita dapat mulai hidup dengan virus," tambahnya.

Sekitar 60% dari 25 juta populasi Australia saat ini berada di bawah aturan lockdown. Namun, kebijakan lockdown yang membuat masyarakat untuk tetap berada di rumah dan tidak bisa beraktivitas normal yang sudah berlangsung selama berbulan-bulan, telah membebani banyak orang. Beberapa wilayah di Australia sudah menerapkan lockdown sejak 26 Juni 2021 lalu yang mendorong terjadinya protes.

Polisi di negara bagian New South Wales yang paling padat penduduknya mengatakan mereka memberikan 940 denda dalam 24 jam terakhir, karena warga melanggar perintah kesehatan masyarakat. Sementara itu, media setempat melaporkan ratusan orang berkumpul untuk memprotes kebijakan pembatasan pada Minggu (22/8) di perbatasan negara bagian Queensland.

Padahal sebelumnya, ratusan penangkapan dilakukan oleh polisi pada Sabtu (21/8), selama demonstrasi anti-lockdown di Sydney dan Melbourne, ibu kota dua negara bagian terpadat, New South Wales dan Victoria, yang berada di bawah penguncian ketat.

Aksi demo di Queensland, Sydeny, dan Melbourne pada akhir pekan lalu semakin menambah deretan aksi protes warga Australia yang menentang kebijakan lockdown. Pada 24 Juli lalu, sekitar 3.500 warga Australia juga menggelar aksi demonstrasi untuk menuntut diakhirinya lockdown. Aksi  yang berlangsung di New South Wales, Melbourne, hingga Adelaide tersebut berakhir ricuh. 

New South Wales mencatat 830 infeksi baru pada Minggu (22/8), meskipun upaya penguncian terus ditingkatkan. Kemudian, wilayah Ibu Kota Australia, Canberra pada hari yang sama mencatat sebanyak 19 kasus baru. Lalu, negara bagian tenggara Victoria, dalam lockdown keenam sejak dimulainya pandemi, mencatat 65 kasus yang didapat secara lokal pada Minggu (22/8).

Mengutip Worldometer, secara nasional total kasus Covid-19 di Australia sebanyak 44.034 kasus, dengan jumlah kasus aktif sebanyak 11.460 kasus dan 981 kematian.

Menurut data kementerian kesehatan Australia, hingga Sabtu (21/8) hanya sekitar 30% warga Australia yang berusia lebih dari 16 tahun telah divaksinasi penuh. Kondisi itu diakibatkan oleh persediaan vaksin Pfizer yang terbatas, dan vaksin AstraZeneca yang masih menimbulkan kegelisahan masyarakat Australia.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi