Moderna: Perlindungan Vaksin Covid-19 Berkurang, Perlu Booster

ANTARA FOTO/REUTERS/Dado Ruvic/Illustration/hp/cf
Botol kecil dengan label vaksin penyakit virus korona (COVID-19) Pfizer-BioNTech, AstraZeneca, dan Moderna terlihat dalam foto ilustrasi yang diambil Jumat (19/3/2021).
Penulis: Desy Setyowati
16/9/2021, 07.15 WIB

Moderna Inc menyampaikan, hasil uji coba vaksin Covid-19 terbaru menunjukkan bahwa perlindungan yang ditawarkan berkurang seiring waktu. Oleh karena itu, butuh booster vaksin atau vaksinasi dosis ketiga.

Para peneliti menganalisis tingkat infeksi virus corona terhadap orang yang divaksinasi 13 bulan sebelumnya, dibandingkan delapan bulan lalu. Periode penelitian dilakukan pada Juli – Agustus, ketika varian Delta menyebar.

Sebanyak 14 ribu sukarelawan yang diteliti, divaksinasi antara Juli – Oktober 2020. Selain itu, ada 11 ribu orang yang ditawarkan vaksinasi Covid-19 antara Desember 2020 – Maret 2022.

Selama periode penelitian, para peneliti mengidentifikasi 88 kasus Covid-19 di antara mereka yang mendapat dua suntikan baru-baru ini. Selain itu, ada 162 kasus di antara mereka yang divaksinasi tahun lalu.

Secara keseluruhan, hanya 19 kasus yang dianggap parah. Moderna mengatakan, ada kecenderungan tingkat kasus parah yang lebih rendah di antara yang baru saja divaksinasi. Namun temuan ini tidak signifikan secara statistik.

"Ini hanya satu perkiraan,” kata Presiden Moderna Stephen Hoge saat konferensi video dengan investor, dikutip dari Reuters, Kamis (16/9).

“Tetapi kami percaya ini berarti ketika Anda melihat ke arah musim gugur dan musim dingin, setidaknya kami memperkirakan dampak berkurangnya kekebalan akan menambah 600 ribu kasus Covid-19," ujar dia.

Dari jumlah tersebut, Hoge tidak memproyeksikan berapa banyak kasus Covid-19 yang parah. Tetapi ia mengatakan beberapa akan memerlukan rawat inap.

Hoge menyampaikan, hasil analisis menunjukkan bahwa vaksin booster dapat meningkatkan antibodi penetralisir ke tingkat yang lebih tinggi. "Kami yakin ini akan mengurangi kasus Covid-19," katanya.

"Kami juga percaya bahwa dosis ketiga mRNA-1273 memiliki peluang untuk memperpanjang kekebalan secara signifikan sepanjang tahun depan, saat kami berusaha untuk mengakhiri pandemi corona,” ujarnya.

Namun, hasil analisis itu kontras dengan laporan beberapa penelitian terbaru yang menunjukkan bahwa perlindungan vaksin Moderna bertahan lebih lama daripada Pfizer Inc dan mitra Jerman, BioNTech.

Studi Kaiser Permanente Southern California menunjukkan, vaksin Moderna bekerja baik terhadap varian Delta. Para peneliti membandingkan data lebih dari 352 ribu orang yang mendapat dua dosis vaksin Moderna dengan sejumlah individu yang mendapatkan vaksin berbeda.

Hasilnya, vaksin Moderna 87% efektif mencegah diagnosis Covid-19. Selain itu, 96% efektif mencegah rawat inap.

Para ahli mengatakan, perbedaan perlindungan itu kemungkinan karena dosis messenger RNA (mRNA) Moderna yang lebih tinggi. Selain itu, interval yang sedikit lebih lama antara suntikan pertama dan kedua.

Kedua dosis vaksin terbukti sangat efektif dalam mencegah penyakit dalam studi fase III.

Dikutip dari laman resmi Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit atau Central of Disease Control (CDC), vaksin MRNA merupakan vaksin jenis baru yang melindungi diri dari penyakit menular.

Vaksin mRNA tidak menggunakan virus atau kuman yang dilemahkan maupun dimatikan, melainkan komponen materi genetik yang direkayasa agar menyerupai kuman atau virus tertentu.

Menanggapi studi itu, Hoge mengatakan bahwa kinerja awal vaksin memang kuat. Tetapi perlindungan tidak boleh dibiarkan berkurang.

"Enam bulan pertama sangat bagus, tetapi Anda tidak dapat mengandalkan itu menjadi stabil hingga satu tahun dan seterusnya," katanya.

Moderna pun mengajukan permohonan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (AS) untuk meminta otorisasi untuk vaksin booster.

Sedangkan dokumen briefing dari analisis FDA tentang vaksin booster Pfizer, yang dirilis pada Rabu, menunjukkan bahwa masalah utama yang akan dipertimbangkan yakni apakah perlindungan vaksin berkurang.