Covid-19 Telah Membunuh Warga AS Sebanyak Flu Spanyol Tahun 1918

ANTARA FOTO/REUTERS/Brendan McDermid/hp/cf
Brendan McDermid Petugas medis instalasi gawat daruat membawa pasien keluar dari ambulans di NYU Langone Hospital-Brooklyn, saat penyebaran penyakit virus korona (COVID-19) di Brooklyn, New York, Amerika Serikat, Jumat (24/4/2020).
21/9/2021, 14.01 WIB

Adapun, pandemi influenza 1918-19 telah menewaskan 50 juta orang secara global pada saat dunia memiliki seperempat populasi dari sekarang. Sementara, kematian akibat Covid-19 di dunia saat ini mencapai lebih dari 4,6 juta orang.

Penurunan kasus Covid-19 bisa terjadi jika virus semakin melemah dan semakin banyak sistem kekebalan manusia yang belajar untuk menyerangnya. Untuk itu, vaksinasi dan bertahan dari infeksi menjadi cara utama untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Sementara, bayi perlu diberikan ASI untuk mendapatkan kekebalan dari ibu.

Adapun pada skenario optimistis, anak sekolah akan mendapatkan penyakit ringan yang melatih sistem kekebalan tubuh. Saat mereka tumbuh dewasa, mereka akan membawa memori respon imun sehingga virus corona tidak akan berbahaya dibandingkan virus flu.

Hal yang sama berlaku untuk remaja yang telah mendapatkan vaksinasi Covid-19. Sistem kekebalan mereka akan menjadi lebih kuat melalui suntikan dan infeksi ringan. “Kita semua akan terinfeksi,” prediksi Antia. "Yang penting adalah apakah infeksinya parah."

Hal serupa terjadi pada virus flu H1N1, biang keladi pandemi 1918-19. Meski H1N1 masih ada sampai sekarang, namun kekebalan yang diperoleh melalui infeksi dan vaksinasi mengungguli mutasi virus. 

Sebelum Covid-19, flu 1918-19 dianggap sebagai pandemi terburuk dalam sejarah manusia. Virus itu menyebar saat Perang Dunia I hingga membunuh orang dewasa muda yang sehat dalam jumlah besar. Saat itu, tidak ada vaksin hingga antibiotik untuk virus H1N1. 

Halaman:
Reporter: Rizky Alika