Pendiri Raksasa Properti asal Cina, Evergrande Hui Ka Yan menjual 1,2 miliar saham di perusahaannya dengan nilai mencapai sekitar 2,68 miliar dolar Hong Kong atau setara Rp 4,9 triliun demi membayar utang.
Mengutip Reuters, penjualan saham dengan harga rata-rata 2,23 dolar Hong Kong menurunkan saham Hui di perusahaan real estate miliknya yang berbasis di Shenzen dari 77% menjadi 67%.
Evergrande tengah tersandung dengan tenggat waktu pembayaran utang dengan total kewajiban mencapai lebih dari US$ 300 miliar.
Sumber mdenyebutkan bahwa Otoritas Cina mengatakan kepada Hui, 63, agar menggunakan sebagian kekayaan pribadinya untuk membantu membayar kewajiban kepada pemegang obligasi, kata sumber.
Hui, yang merupakan pendiri pengembang properti, kini berupaya menyelesaikan utang dengan menjual aset mewah, termasuk seni, kaligrafi, dan tiga rumah megah.
Evergrande gagal membayar kupon senilai total US$82,5 juta yang jatuh tempo pada 6 November. Unvestor gelisah melihat apakah Evergrande dapat memenuhi kewajibannya sebelum masa tenggang 30 hari berakhir pada 6 Desember.
Penjualan saham Hui mewakili diskon 19,8% menjadi harga penutupan Rabu di HK$2,78. Data dari bursa menunjukkan perdagangan blok dengan harga HK$2,23 per saham dilakukan di pra-pasar pada Kamis (25/11).
Perusahaan, yang pernah menjadi pengembang properti terlaris di Cina ini tengah menyelesaikan restrukturisasi utang korporasi terbesar di negaranya. Saat ini, perusahaan lebih memprioritaskan kreditur domestik daripada pemegang obligasi luar negeri.
Sentimen terhadap industri properti Cina memburuk di tengah banyak pengembang lainnya selain Evergrande, seperti Fantasia Holding Group dan Sinic Holdings Group yang telah melewatkan pembayaran kupon utangnya. Ini menambah kekhawatiran dampak yang lebih luas di ekonomi terbesar kedua di dunia itu.
Bank Sentral AS, The Federal Reserve mulai khawatir krisis Evergrande dapat merembet ke perekonomian global, tidak terkecuali AS. Peringatan tersebut dikeluarkan dalam laporan stabilitas keuangan terbaru The Fed. Laporan tersebut menjelaskan, krisis Evergande dapat memukul sistem keuangan Cina. Rembetan masalah dapat terjadi karena Cina merupakan ekonomi terbesar kedua dunia dan memiliki hubungan dagang yang kompleks dengan negara-negara lain, termasuk AS.
"Tekanan keuangan di Cina dapat membebani pasar keuangan global melalui penurunan sentimen risiko, menimbulkan risiko terhadap pertumbuhan ekonomi global, dan mempengaruhi Amerika Serikat," kata The Fed dikutip dari South China Morning Post, Selasa (9/11).
Pernyataan itu muncul kurang dari dua bulan setelah Gubernur The Fed Jerome Powell meremehkan potensi risiko penularan dari Evergrande di konferensi persnya akhir September. Saat itu, Powell mengatakan masalah Evergrande mungkin berefek 'khusus' hanya di domestik Cina. Ia tidak melihat adanya risiko limpahan ke korporasi AS.