Pfizer Optimistis Vaksin Ampuh Lawan Omicron, Moderna Pesimistis

ANTARA FOTO/Fransisco Carolio
Vaksin Covid 19 Moderna
1/12/2021, 08.58 WIB

Pembuat vaksin Pfizer dan Universitas Oxford memperkirakan bahwa vaksin yang ada saat ini terus mencegah gejala parah yang ditimbulkan akibat varian virus Covid-19 Omicron. Sedangkan petinggi Moderna  pesimistis.

“Kami berpikir, kemungkinan besar orang akan memiliki perlindungan substansial terhadap gejala parah yang disebabkan oleh Omicron,” kata salah satu pendiri sekaligus Kepala Eksekutif  BioNTech Ugur Ahin, dikutip dari The Guardian, Rabu (1/12). BioNTech merupakan mitra Pfizer.

Kedua perusahaan mengatakan dapat memproduksi dan mengirimkan versi terbaru dari vaksin mereka dalam 100 hari, jika varian Covid baru yang terdeteksi di Afrika Selatan tersebut terbukti kebal

Sedangkan pembuat vaksin AstraZeneca, Universitas Oxford mengatakan akan berhati-hati mengevaluasi implikasi dari munculnya varian Omicron dan kekebalannya terhadap vaksin.

Kepala Eksekutif Moderna Stephane Bancel mengatakan, vaksin yang ada saat ini kurang efektif melawan varian Omicron. Ia menyampaikan, data mengenai efektivitas vaksin dalam melawan virus corona varian baru ini akan tersedia dua pekan lagi.

"Seluruh peneliti yang saya ajak berdiskusi, mereka semua mengatakan 'ini tidak akan menjadi hal baik," ujar Bancel dikutip dari Reuters, Rabu (1/12).

Reuters melaporkan, resistensi vaksin bisa membuat lebih banyak penyakit dan pasien rawat inap. Selain itu, memperpanjang pandemi corona.

Bancel juga membuka opsi memodifikasi vaksin Covid-19 saat ini. Sebab, jumlah mutasi pada lonjakan protein yang digunakan virus menginfeksi sel tinggi.

Dia mengatakan, tingginya jumlah mutasi pada protein virus corona varian Omicron di Afrika Selatan menunjukkan kemungkinan adanya penurunan material dalam efektivitas vaksin.

Mutasi pada protein itu yang digunakan virus Omicron untuk menginfeksi sel manusia dan mempercepat infeksi.

Sedangkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan negara-negara di dunia untuk tidak memberlakukan larangan perjalanan menyeluruh atas varian virus corona Omicron.

Pasalnya, pemerintah dan ilmuwan mencoba untuk menentukan seberapa besar perlindungan vaksin saat ini terhadap varian baru tersebut.

Di satu sisi, pertanyaan tentang efektivitas vaksin muncul ketika kasus varian baru menyebar, dengan kasus pertama yang dilaporkan di Amerika Latin. Regulator kesehatan Brasil, Anvisa mengatakan bahwa seorang pelancong dan istrinya dari Afrika Selatan tiba di Sao Paulo dan diidentifikasi terpapar varian Omicron.

Kanada pun berencana memperpanjang larangan berkunjung bagi pelancong dari Afrika Selatan, termasuk yang berasal dari Nigeria, Malawi dan Mesir, dan 6 negara lainnya. Negara ini akan mewajibkan orang yang datang dari semua negara kecuali Amerika Serikat (AS) untuk menjalani tes Covid-19.

Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC) pada Selasa (30/11) menyarankan orang Amerika agar tidak melakukan perjalanan ke Nigeria, Papua Nugini, Polandia, dan Trinidad dan Tobago.

CDC mencantumkan sekitar 80 tujuan pada klasifikasi 'Level 4: Sangat Tinggi' setelah Gedung Putih mengumumkan pembatasan perjalanan baru sebagai tanggapan terhadap varian Omicron.

WHO meminta negara-negara untuk menerapkan pendekatan berdasarkan informasi dan risiko terkait aturan perjalanan, termasuk kemungkinan kewajiban karantina bagi penumpang internasional. Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan, larangan perjalanan tidak akan menghentikan penyebaran Omicron.

Namun, WHO mengeluarkan pernyataan yang menyarankan penundaan perjalanan bagi mereka yang tidak sehat atau berisiko lebih tinggi terkena Covid-19. Ini termasuk mereka yang berusia 60 tahun atau lebih yang tidak divaksinasi.

Reporter: Cahya Puteri Abdi Rabbi