WHO Sebut Ukraina Kehabisan Oksigen Medis di Tengah Invasi Rusia
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut Ukraina tengah kehabisan pasokan oksigen yang dibutuhkan orang-orang yang sakit kritis akibat invasi Rusia yang saat Ini masih berlangsung. WHO menyerukan tersedianya jalur yang aman untuk impor darurat oksigen medis.
"Situasi pasokan oksigen mendekati titik yang sangat berbahaya di Ukraina. Truk tidak dapat mengangkut pasokan oksigen dari pabrik ke rumah sakit di seluruh negeri, termasuk ibu kota Kyiv," ujar Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus dalam pernyataan resmi, dikutip dari Reuters.
Menurut WHO, kondisi oksigen di Ukraina pada Minggu (28/2) menunjukan bahwa mayoritas rumah sakit berpotensi kehabisan oksigen dalam 24 jam ke depan. Beberapa rumah sakit bahkan surah kehabisan stok. “Ini membahayakan ribuan nyawa,” ujarnya.
Ia menekankan, oksigen sangat penting untuk pasien dengan berbagai kondisi, termasuk 1.700 orang di rumah sakit dengan Covid-19 dan mereka yang memiliki penyakit kritis lainnya yang berasal dari komplikasi kehamilan, persalinan, sepsis, cedera, dan trauma.
Layanan rumah sakit kritis juga terancam oleh listrik dan kekurangan listrik. Sementara ambulans yang mengangkut pasien berada dalam bahaya terjebak dalam baku tembak.
WHO mengatakan sedang mencari cara untuk meningkatkan pasokan oksigen ke negara tersebut, kemungkinan besar menggunakan oksigen cair dan silinder dari jaringan regional. Pasokan ini akan membutuhkan rute transit yang aman setelah meninggalkan koridor logistik melalui Polandia.
Belum ada tanda-tanda Rusia akan menghentikan serangannya ke Ukraina meski negara-negara Barat telah menjatuhkan rentetan sanksi berat kepada Moskow yang dapat mengisolasi negara tersebut. Presiden Rusia Vladimir Putin juga meningkatkan ancaman dengan memerintahkan pangkalan nuklir Rusia dalam siaga tinggi pada Minggu (27/2).
Mengutip Aljazeera, Putin mengatakan bahwa aliansi militer NATO telah membuat pernyataan agresif sambil menjatuhkan sanksi keuangan yang keras terhadap Rusia maupun dirinya sendiri.
Pada pertemuan dengan para pejabat tinggi yang muncul dalam siaran televisi Rusia, Putin memerintahkan menteri pertahanan dan kepala staf umum militer untuk menempatkan pasukan bersenjata nuklir dalam rezim khusus tugas tempur. Perintah tersebut menimbulkan ancaman bahwa ketegangan dapat mengarah pada penggunaan senjata nuklir.
“Ini tentu eskalasi. Latihan nuklir terakhir terjadi pada 19 Februari, ketika Putin menggelar latihan yang sangat besar di seluruh Rusia untuk menguji program nuklir negara itu dan kesiapannya,” kata koresponden Al Jazeera Moskow, Dorsa Jabbari.
Kremlin mengatakan telah berhasil meluncurkan uji coba rudal hipersonik dan jelajah di target laut dan darat. Presiden Belarusia Alexander Lukashenko, sekutu Putin, juga mengawasi latihan militer tersebut.
Amerika Serikat menanggapi pengumuman Putin dengan menuduh pemimpin Rusia itu mengarang ancaman untuk membenarkan "agresi lebih lanjut". “Ini adalah pola yang kami lihat dari Presiden Putin selama konflik ini, yang membuat ancaman yang tidak ada untuk membenarkan agresi lebih lanjut,” kata Sekretaris Pers Gedung Putih Jen Psaki di ABC.