Novaya Gazeta, Media Independen Terakhir di Rusia Berhenti Beroperasi

ANTARA FOTO/REUTERS/Press service of the State Emergency Service of Ukraine/Handout /WSJ/sad.
Seorang wanita dengan seorang anak dievakuasi dari sebuah bangunan tempat tinggal yang rusak akibat penembakan, saat serangan Rusia di Ukraina berlanjut, di Kyiv, Ukraina, dalam gambar selebaran yang dirilis pada Rabu (16/3/2022).
Penulis: Yuliawati
29/3/2022, 11.25 WIB

Surat kabar independen di Rusia, Novaya Gazeta, menghentikan sementara aktivitas baik di media online dan cetak. Editor media itu, Dmitry Muratov, yang menjadi salah satu pemenang hadiah Nobel Perdamaian tahun lalu, mengatakan penghentian sementara kegiatan mereka hingga berakhirnya "operasi khusus" Rusia di Ukraina.

Novaya Gazeta yang kerap membuat liputan investigasi telah menghapus pemberitaan tentang invasi Rusia ke Ukraina demi mengikuti undang-undang media baru. Keputusan ini setelah mereka mendapat peringatan dua kali dari regulator komunikasi negara, Roskomnadzor, pada hari Senin (28/3).

"Kami menangguhkan penerbitan surat kabar di situs web kami, jaringan media sosial, dan media cetak hingga akhir 'operasi khusus di wilayah Ukraina'," tulis surat kabar itu di situs webnya, dikutip dari Al Jazeera, Selasa (29/3).

Dalam pesan terpisah kepada pembaca, Muratov dan para wartawan Novaya Gazeta mengatakan keputusan menghentikan kegiatan mereka itu hal yang sulit tetapi perlu dilakukan. "Tidak ada pilihan lain. Bagi kami, dan saya tahu, bagi Anda, ini adalah keputusan yang buruk dan sulit.”

Washington Post menyebut Novaya Gazeta sebagai media independen terakhir di Rusia yang akhirnya menghentikan kegiatannya.  Sejak Rusia menyerang Ukraina, media ini membuat laporan yang mengejutkan. Sehari setelah invasi Rusia ke Ukraina, Novaya Gazeta membuat judul berita utama dengan latar belakang hitam suram: “Rusia. Bom. Ukraina.”

Edisi laporan invasi itu diterbitkan dalam bahasa Rusia dan Ukraina, terjual habis dalam beberapa jam pada 25 Februari. Dua minggu kemudian, sampul edisi cetak menggambarkan “tarian angsa” “Swan Lake” dengan siluet di atas awan yang berapi-api, dengan judul, Sebuah Masalah dari 'Novaya', dibuat sesuai dengan semua aturan KUHP Rusia yang diamandemen.”

Berita itu menyampaikan kesulitan awak media melaporkan perang di bawah undang-undang sensor baru Rusia. Bahkan kata-kata “perang,” “invasi” dan “serangan” dilarang, dan mempublikasikan informasi yang mendiskreditkan militer dikriminalisasi. Analis memperingatkan tidak ada jaminan bahwa pembatasan media itu akan dicabut.

Tekanan terhadap media liberal Rusia meningkat tajam sejak Moskow mengirim pasukan ke Ukraina bulan lalu. , Sebagian besar media arus utama di Rusia dikendalikan oleh negara dan taat mengikuti kaidah penyampaian berita dalam konflik tersebut sesuai perintah Kremlin.

Sebelum penutupan Novaya Gazeta, stasiun radio Ekho Moskvy juga mengumumkan penghentian kegiatannya bulan ini. Stasiun radio ini merupakan salah satu dari sedikit suara liberal yang tersisa di media Rusia. Pihak berwenang juga telah memblokir situs beberapa outlet, termasuk BBC, Voice of America dan Radio Free Europe/Radio Liberty.

Pada hari Senin, kementerian kehakiman menambahkan Deutsche Welle dari Jerman ke daftar organisasi media yang dicap sebagai agen asing.

Pembaca Novaya Gazeta dan aktivis anti-Kremlin menyuarakan penyesalan mereka bahwa surat kabar itu tidak dapat lagi beroperasi. “Saya benar-benar ingin Roskomnadzor menjadi orang yang menghentikan pekerjaannya,” tulis tim aktivis politik yang dipenjara Andrei Pivovarov di Twitter.

Novaya Gazeta yang berdiri setelah pecahnya Uni Soviet, selama bertahun-tahun wartawannya kerap menjadi sasaran intimidasi dan serangan atas penyelidikan mereka terhadap pelanggaran hak dan korupsi.

Muratov mengatakan saat dinobatkan sebagai salah satu pemenang Hadiah Nobel Perdamaian Oktober lalu bahwa ia mendedikasikannya untuk mengenang enam jurnalis korannya yang telah dibunuh karena pekerjaan mereka.

Tekanan terhadap media Rusia setelah Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov mengatakan Moskow sedang bersiap untuk membatasi masuknya warga negara dari negara-negara yang dianggap "tidak ramah" oleh Kremlin. Negara tersebut di antaranya Amerika Serikat, Inggris dan semua 27 negara anggota Uni Eropa.