Hubungan Cina dan Rusia Kian Mesra di Tengah Pusaran Perang di Ukraina

ANTARA FOTO/REUTERS/Maxim Shemetov
Presiden Cina XI Jinping (tengah) menyapa peserta saat Presiden Rusia Vladimir Putin (kedua kanan) dan Presiden Bulgaria Rumen Radev (ka) berdiri di dekatnya pada St. Petersburg International Economic Forum (SPIEF), Rusia, Jumat (7/6/2019).
Penulis: Happy Fajrian
19/4/2022, 21.32 WIB

Hubungan Cina dan Rusia kian mesra di tengah ketegangan yang masih berlanjut di Ukraina setelah Vladimir Putin memulai apa yang ia sebut sebagai "operasi militer khusus" pada akhir Februari lalu.

Negara-negara barat seperti Amerika Serikat (AS), Uni Eropa, dan sekutunya menganggap "operasi khusus" tersebut sebagai invasi yang menyerang kedaulatan Ukraina dan menjatuhkan sejumlah sanksi.

Namun terlepas dari volatilitas internasional, Kementerian Luar Negeri Cina dalam sebuah pernyataan menegaskan bahwa mereka akan terus meningkatkan "koordinasi strategis" dengan Rusia.

"Wakil Menteri Luar Negeri Cina Le Yucheng memberikan jaminan ini kepada duta besar Rusia untuk Cina, Andrey Denisov, pada hari Senin (18/4)," tulis pernyataan tersebut seperti dikutip dari Channel News Asia, Selasa (19/4).

"Kemesraan" antara Cina dan Rusia salah satunya terlihat dari hubungan dagang keduanya. Le Yucheng menyebutkan bahwa terjadi peningkatan hampir 30% dalam perdagangan Cina-Rusia dalam tiga bulan pertama tahun ini.

"Ini sebagai bukti 'ketahanan dan kekuatan endogen' dari kerja sama antara kedua negara," kata Le menurut pernyataan Kementerian Luar Negeri Cina. Pernyataan itu juga membeberkan bahwa kedua utusan tersebut juga membahas tentang konflik dan kondisi di Ukraina.

Sejauh ini Cina, bersama dengan India dan Turki, tidak mengeluarkan pernyataan yang mengutuk aksi Rusia di Ukraina, di mana PBB melaporkan ada lebih dari 2.000 warga sipil yang tewas sejak perang dumulai pada 24 Februari. Namun Rusia membantah telah menargetkan warga sipil dalam "operasi khusus"nya tersebut.

Sebelumnya Amerika Serikat (AS) telah memperingatkan sikap Cina yang menolak untuk mengutuk Rusia ini. Presiden AS Joe Biden bahkan 'mengancam' Presiden Cina Xi Jinping jika Beijing menunjukkan sikap dukungan atau membantu Rusia secara materil.

Kedua pemimpin negara tersebut melakukan panggilan telepon hampir dua jam pada Jumat (18/3). Dalam pembicaraan melalui telepon, Xi menolak untuk secara langsung menyalahkan Presiden Rusia Vladimir Putin atau Kremlin.

Sementara Biden berbicara soal implikasi dan konsekuensi jika Cina memberikan dukungan material kepada Rusia yang menyerang Ukraina.

"Presiden menggarisbawahi dukungannya untuk resolusi diplomatik terhadap krisis tersebut. Kedua pemimpin juga sepakat tentang pentingnya menjaga jalur komunikasi yang terbuka, untuk mengelola persaingan antara kedua negara," kata Gedung Putih dalam pernyataan resmi, dikutip dari Reuters, Sabtu (19/3).

Seorang pejabat senior administrasi mengatakan, Joe Biden mengingatkan Xi soal konsekuensi jika Cina membantu Rusia. Dampak yang dimaksud bukan hanya terkait hubungan Cina dan Amerika, tetapi juga dunia.

“Presiden menjelaskan bahwa kemungkinan akan ada konsekuensi bagi mereka yang bakal turun tangan untuk mendukung Rusia saat ini,” tambah dia seperti dikutip The Guardian.

Meski demikian Biden tidak membuat permintaan langsung apapun kepada Xi untuk membujuk Putin agar mengakhiri serangan ke Ukraina. “Dia (hanya) memaparkan penilaiannya tentang situasi dan implikasi dari tindakan tertentu. Pandangan kami adalah bahwa Cina akan membuat keputusannya sendiri,” ujarnya.

Sedangkan kantor berita Cina, Xinhua, mengatakan bahwa Presiden Xi menyatakan keinginan agar perang tidak terjadi. Namun, Beijing tidak memberikan tanda apapun terkait niat pemimpin Cina itu untuk mendukung Rusia.

Xi mengatakan, situasi di Ukraina berkembang sedemikian rupa. Cina pun tidak menginginkan hal seperti ini. Namun, Xi juga tidak secara langsung menyalahkan Putin terkait invasi ke Ukraina. Dia justru mengutip pepatah favorit. "Biarkan dia yang mengikat bel di leher harimau yang melepaskannya,” kata Xi.