Kerja Paksa Buruh Migran RI, Bekerja di Inggris Malah Terjebak Utang

ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi/tom.
Sejumlah buruh tani merawat tanaman stroberi di kawasan Perkebunan Teh Sinumbra, Cipelah, Rancabali, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Selasa (7/6/2022).
Penulis: Yuliawati
16/8/2022, 13.33 WIB

Buruh Indonesia diduga mengalami 'kerja paksa' di pertanian Inggris. Para buruh dikabarkan terjerat utang dalam jumlah besar dari broker atau perantara pencari pekerja. The Guardian melaporkan seorang WNI yang bekerja memetik buah beri dibebani utang £ 5.000 atau sekitar Rp 89 juta selama satu musim bekerja di Inggris.

Buruh RI yang bekerja untuk pertanian di Kent yang memasok kebutuhan Marks & Spencer, Waitrose, Sainsbury's dan Tesco mengatakan pada masa awal kerja dia mendapat kontrak tanpa jam kerja, dan setidaknya bayarannya kurang dari £300 atau sekitar Rp 5,3 juta seminggu.

Namun, gaji itu dipotong untuk biaya penerbangan dan visa, dan biaya tambahan dari dari broker. Akibatnya para pekerja berutang dalam jumlah besar. Berdasarkan undang-undang ketenagakerjaan Inggris, membebankan biaya pekerja untuk mencarikan mereka pekerjaan merupakan tindakan ilegal.

Seorang pekerja menceritakan dia ketakutan kehilangan rumah keluarganya di Bali yang dia jadikan jaminan utang. “Sekarang saya bekerja keras hanya untuk membayar kembali uang itu,” katanya. “Saya kadang tidak bisa tidur. Saya memiliki keluarga yang membutuhkan dukungan saya untuk makan dan sementara itu, saya memikirkan utang,” kata karyawan itu, dikutip dari The Guardian, Selasa (16/8).

The Guardian menggambarkan Inggris kini membutuhkan banyak tenaga kerja sejak meletusnya perang Ukraina-Rusia, terutama di sektor pertanian. Kondisi ini mendorong pertanian dan agen perekrutan meminta bantuan broker lokal asal pekerja untuk mencari buruh.

Kasus ini mengungkapkan potensi buruh pemetik buah yang lain terjebak dalam jeratan utang. Pakar hak-hak migran mengatakan situasi tersebut menempatkan pekerja dalam posisi kerja paksa. Home Office dan Gangmasters and Labor Abuse Authority (GLAA) sedang menyelidiki tuduhan kerja paksa tersebut.

Ratusan pekerja pertanian Indonesia telah direkrut untuk bekerja di Inggris musim panas ini dengan visa pekerja musiman. Puluhan pemetik dikirim ke peternakan Clock House dekat Maidstone di Kent, yang memasok buah beri ke sebagian besar supermarket besar.

Clock House mengatakan "sangat prihatin" dengan tuduhan tersebut dan "tidak akan menandatangani perjanjian dengan, atau mengambil pekerja dari, entitas mana pun yang terlibat dalam aktivitas semacam itu [pembebanan biaya]".

Tenaga kerja Indonesia dipasok oleh AG Recruitment, salah satu dari empat agen Inggris yang memiliki izin untuk merekrut dengan menggunakan visa pekerja musiman. AG membantah melakukan kesalahan dan mengatakan tidak tahu apa-apa tentang broker Indonesia yang memungut uang.

AG awalnya berencana untuk merekrut dari Ukraina dan Rusia tetapi mengubah rencananya ketika perang pecah pada Februari atau beberapa minggu sebelum musim panen akan dimulai. Tahun lalu hampir 20.000 orang Ukraina datang ke Inggris dengan visa pekerja musiman, dua pertiga dari semua yang datang melalui skema tersebut.

AG tidak memiliki pengalaman sebelumnya di Indonesia dan mencari bantuan dari Al Zubara Manpower yang berbasis di Jakarta.