Tingkat kelahiran merupakan jumlah individu yang lahir dalam suatu populasi dalam waktu tertentu. Tak jarang, ada beberapa negara dengan angka kelahiran terendah di dunia. Jumlah tersebut diukur dengan angka kelahiran kasar (Crude Birth Rate/CBR) yang dinyatakan sebagai jumlah individu yang lahir per tahun per 1.000 penduduk.
Setiap negara memiliki angka kelahiran yang berbeda. Menurut organisasi non-profit Population Reference Bureau, angka kelahiran mempengaruhi kebijakan publik dan penganggaran untuk sistem pendidikan dan kesehatan, serta dapat berdampak besar pada kesejahteraan penduduk suatu negara.
Ketika tingkat kelahiran suatu negara menurun, jumlah orang-orang usia kerja menjadi lebih banyak sehingga dapat mendorong peningkatan ekonomi. Namun, penelitian Harvard School of Public Health menunjukkan, angka kelahiran yang rendah meningkatkan ketimpangan pendapatan.
Negara-negara maju cenderung memiliki angka kelahiran yang rendah karena gaya hidup yang terkait dengan kemakmuran ekonomi. Pengendalian kelahiran mudah diakses dan anak-anak seringkali dianggap sebagai beban karena mahalnya biaya pendidikan dan lainnya.
Merujuk data dari The World Factbook 2022 oleh Central Intelligence Agency (CIA) AS, berikut negara dengan angka kelahiran terendah di dunia.
1. Monaco
Monaco menjadi negara dengan angka kelahiran terendah di dunia. Estimasi pada 2022 menunjukkan, Monaco memiliki angka kelahiran hanya 6,66. Organisasi non-pemerintah Humanium melaporkan, rendahnya angka kelahiran di Monaco disebabkan oleh perkembangan demografi yang buruk.
Terlepas dari keterlibatan negara dalam meningkatkan kondisi kehidupan untuk anak-anak di seluruh dunia, Monaco hanya meratifikasi sejumlah kecil konvensi dan undang-undang khusus yang melindungi hak-hak anak. Ini mengakibatkan rentannya pelanggaran hak anak.
2. Andorra
Andorra menempati posisi kedua dengan angka kelahiran 6,88. Menurut World Economic Forum, Andorra termasuk negara kecil di mana fluktuasi kecil dalam populasi dapat membuat perbedaan persentase yang besar.
Untuk itu, Unicef Andorra menuntut agar cuti hamil dan melahirkan ditingkatkan hingga 12 bulan dengan pembayaran gaji. Selain itu juga diberikan jadwal fleksibel, bonus untuk anak-anak dan penitipan anak gratis, di antara fasilitas lainnya. Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan angka kelahiran Andorra.
3. Korea Selatan
Korea Selatan menjadi negara dengan angka kelahiran terendah ketiga di dunia, yaitu 6,92. Dikutip dari VOA, hal ini sebagian besar disebabkan oleh sistem pendidikan Korea Selatan yang sangat kompetitif dan mahal. Banyak anak dituntut untuk masuk ke sekolah bertekanan tinggi dan les privat sejak usia muda. Alhasil, Negeri Ginseng masuk ke dalam jajaran negara dengan angka kelahiran terendah di dunia.
Pemerintah berencana untuk meningkatkan tunjangan pajak dan insentif lain untuk pernikahan dan kelahiran anak. Beberapa kota besar bahkan memberi insentif khusus untuk pasangan suami-istri yang berencana memiliki anak.
Contohnya di Kota Daejeon, pemerintah memberikan insentif untuk orang tua sebesar 300 ribu won setiap bulannya mulai anak lahir hingga berusia tiga tahun. Total insentif selama tiga tahun dapat mencapai 10,8 juta won atau setara Rp 119,7 juta.
4. Jepang
Menempati posisi keempat, Jepang memiliki angka kelahiran 6,95. Penelitian Sachiko Ijima dan Kazuhito Yokoyama dalam jurnal Nippon Eiseigaku Zasshi menjelaskan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap penurunan angka kelahiran di Jepang termasuk penurunan angka pernikahan, peningkatan usia rata-rata menikah, beban ekonomi, beban pengasuhan anak, penundaan kelahiran anak, dan ketidaksuburan.
Pemerintah berupaya mengatasi hal tersebut dengan memberikan insentif hingga 600.000 yen atau setara Rp64,9 juta bagi pasangan yang menikah mulai dari bulan April 2021. Insentif tersebut dapat digunakan untuk biaya sewa dan rumah tangga lainnya. Upaya ini diharapkan dapat mendorong kenaikan angka kelahiran di Jepang.
5. Italia
Italia menempati posisi kelima dengan angka kelahiran 6,95. PBB melaporkan, rendahnya angka kelahiran ini sebagian terkait dengan kurangnya kesempatan di pasar tenaga kerja, tempat tinggal terbatas, dan rendahnya tingkat kesejahteraan kaum muda.
Selain itu, jadwal kerja yang tidak fleksibel menyulitkan orang tua, terutama ibu, untuk menyelaraskan tanggung jawab pekerjaan dan keluarga. Perempuan yang dipekerjakan di bawah kontrak sementara juga menghadapi merasa takut kehilangan pekerjaan jika memiliki anak. Ada pula pandangan negatif tentang ibu yang bekerja.
Melansir The Local Italy, pemerintah telah menetapkan beberapa kebijakan untuk mengatasi rendahnya angka kelahiran di Italia. Pada 2019, pemerintah mengumumkan insentif bulanan bagi seluruh rumah tangga mulai tahun 2020. Upaya tersebut dilakukan untuk mendorong Italia keluar dari negara dengan angka kelahiran terendah di dunia.
Sebelumnya, insentif ini terbatas untuk rumah tangga dengan total pendapatan dibawah 25 ribu euro. Pemerintah juga menetapkan pendanaan untuk penitipan anak dan cuti ayah wajib akan meningkat dari lima menjadi tujuh hari.