Rusia Resmi Masuk Resesi, Ekonomi Turun 4% di Kuartal 3

123rf.com
Presiden Rusia Vladimir Putin
Penulis: Yuliawati
17/11/2022, 13.00 WIB

Rusia resmi memasuki resesi atau turunnya pertumbuhan ekonomi selama dua kuartal berturut-turut. Badan Statistik Nasional Rusia, Rosstat, melaporkan produksi domestik bruto turun empat persen pada kuartal ketiga. 

Sebelumnya, PDB Rusia pun mengalami empat persen serupa pada kuartal kedua. Ekonomi Rusia mengalami hantaman karena berbagai sanksi dari negara-negara Barat setelah Moskow menyerang Ukraina.

Kontraksi ekonomi Rusia memang sudah diprediksi para analis ekonomi. Laporan ekonomi yang terkontraksi empat persen selama kurun Juli dan September, masih lebih baik dari perkiraan analis yang memprediksi ekonomi turun 4,5%.

Kontraksi didorong oleh penurunan perdagangan grosir sebesar 22,6% dan penurunan perdagangan ritel sebesar 9,1%. Sisi baiknya, konstruksi tumbuh sebesar 6,7% dan pertanian sebesar 6,2%.

Sebelum serangan ke Ukraina, Rusia juga sempat mengalami resesi teknis pada akhir 2020 dan awal 2021 akibat pandemi virus corona.

Ekonomi Rusia kemudian terangkat pada awal 2022 dengan peningkatan PDB sebesar 3,5%.

Berbagai sanksi dari Barat kembali menghantam ekonomi Rusia. Pembatasan ekspor dan impor, masalah pasokan suku cadang telah membebani perekonomian Rusia.

Pada 8 November, bank sentral memperkirakan produk domestik bruto akan berkontraksi sebesar 3,5% tahun ini.

IMF dan Bank Dunia masing-masing memperkirakan penurunan PDB Rusia sebesar 3,4% dan 4,5%.

Rosstat mencatat, meskipun ekonomi berkontraksi, tingkat pengangguran Rusia mencapai 3,9% pada September.

Pada Oktober, bank sentral Rusia mempertahankan suku bunga utamanya pada 7,5%. Ini adalah pertama kalinya sejak awal serangan militer di Ukraina tingkat suku bunga tetap tidak berubah.

Bank sentral tidak berencana mengubah suku bunga hingga akhir tahun, tanda "adaptasi" ke "realitas baru," kata Gubernur Bank Rusia Elvira Nabiullina.

Setelah Rusia terkena sanksi Barat atas serangan Ukraina, bank secara drastis menaikkan suku bunga acuan dari 9,5% menjadi 20% dalam upaya untuk melawan inflasi dan menopang rubel.