Singapura Sita Aset Rp 47 Triliun, Tahan 10 WNA Terkait Pencucian Uang

PEXEL
Patung Merlion, ikon negara Singapura.
Penulis: Happy Fajrian
4/10/2023, 08.08 WIB

Singapura tengah mengusut kasus dugaan pencucian uang terbesar dan telah menyita aset-aset properti senilai US$ 2 miliar (sekitar Rp 31 triliun), aset berharga seperti perhiasan hingga mobil mewah senilai US$ 1 miliar (sekitar Rp 15,6 triliun), dan menahan 10 orang warga negara asing.

“Kasus ini menjadi pengingat bahwa tindakan pencegahan yang sangat ketat sekalipun dapat dielakkan oleh para kriminal yang sangat gigih,” kata Menteri Dalam Negeri Singapura, Josephine Teo, seperti dikutip Reuters, Rabu (4/10).

“Pemerintah akan membentuk panel antar kementerian untuk meninjau rezim anti pencucian uang yang mencerminkan pembelajaran yang diambil dari kasus ini,” ujarnya lagi.

Menteri Keuangan Indranee Rajah, akan memimpin komite antar kementerian yang terdiri dari pemegang jabatan politik dari bank sentral dan kementerian dalam negeri, hukum, tenaga kerja dan perdagangan.

Mereka akan meninjau empat bidang: mencegah penyalahgunaan struktur perusahaan; membuat lembaga-lembaga keuangan berkolaborasi satu sama lain dan dengan pihak berwenang; meminta pemain pihak ketiga seperti agen real estat untuk waspada terhadap pencucian uang; meningkatkan kemampuan deteksi.

Pemerintah Singapura mengatakan sedang memeriksa lembaga-lembaga keuangan yang dicurigai terlibat dalam kasus ini dan akan melakukan tindakan penegakan hukum terhadap lembaga-lembaga tersebut, serta stafnya, jika mereka terbukti melanggar persyaratan bank sentral.

Badan-badan tersebut juga sedang meninjau proses yang mencakup persetujuan bank sentral bagi kantor keluarga untuk mendapatkan insentif pajak, dan untuk mempertimbangkan pengaturan aset bernilai tinggi seperti mobil dan tas mewah.

“Namun, perubahan apa pun tidak boleh menyebabkan ketidaknyamanan bagi bisnis dan pelanggan yang sah,” kata Teo. “Kasus ini menjadi perhatian kepolisian sejak tahun 2021, setelah adanya laporan transaksi mencurigakan oleh lembaga keuangan.”

Teo membantah spekulasi yang beredar di media lokal dan internasional  bahwa operasi tersebut dilakukan atas perintah pemerintah Cina.

“Kami memulai penyelidikan karena kami mencurigai adanya pelanggaran yang dilakukan di Singapura,” tambah Teo. “Setelah kami mengkonfirmasi kecurigaan kami, kami bertindak.”