McD Malaysia Gugat Gerakan Boikot Israel BDS, Minta Ganti Rugi Rp 20 M

Instagram @mcdonaldsid
Ilustrasi. McD menggugat ganti rugi sebesar US$ 20,18 miliar atas gerakan boikot Israel yang diserukan BDS Movement dan berdampak pada bisnis mereka.
Penulis: Agustiyanti
2/1/2024, 15.32 WIB

McDonald's Malaysia menggugat gerakan yang mendorong boikot Israel, BDS Movement atas pernyataan palsu dan fitnah yang dianggap merugikan bisnis mereka. McD meminta ganti rugi sebesar 6 juta ringgit atau setara Rp 20,18 miliar. 

Malaysia yang merupakan negara mayoritas muslim adalah pendukung setia Palestina. Nasib beberapa merek makanan cepat saji Barat di negara tersebut, seperti di beberapa negara muslim lainnya, telah menjadi sasaran kampanye boikot atas serangan militer Israel di Gaza.

Gerbang Alaf Restaurants Sdn Bhd (GAR) yang merupakan pemegang lisensi McDonald's (MCD.N) di Malaysia, menggugat gerakan Boikot,Divestasi, dan Sanksi (BDS) Malaysia atas serangkaian postingan media sosial yang diduga mengaitkan waralaba makanan cepat saji tersebut. 

Berdasarkan surat panggilan tertanggal 19 Desember yang dilihat oleh Reuters, Restoran Gerbang Alaf menuduh BDS Malaysia menghasut masyarakat untuk memboikot McDonald's Malaysia, yang menyebabkan hilangnya keuntungan dan PHK, serta kerugian lainnya. Gerakan Boikot menyebabkan sejumlah gerainya terpaksa mengalami penutupan dan pengurangan jam operasional. 

McDonald's Malaysia mengkonfirmasi pihaknya mengajukan gugatan terhadap BDS Malaysia untuk melindungi "hak dan kepentingannya. Sebagai tanggapan, BDS Malaysia mengatakan mereka “dengan tegas menyangkal” telah mencemarkan nama baik perusahaan makanan cepat saji tersebut dan akan menyerahkan masalah tersebut ke pengadilan.

Gerakan BDS bertujuan untuk mengakhiri dukungan internasional terhadap “penindasan Israel terhadap Palestina” dan menekan Israel untuk mematuhi hukum internasional.

Bagaimana dampak gerakan boikot Israel di Indonesia?

Dampak boikot juga dirasakan oleh restoran-restoran cepat saji di Indonesia yang masuk dalam daftar. Ardi -bukan nama sebenarnya-, yang bekerja sebagai karyawan paruh waktu di salah satu restoran cepat saji yang masuk daftar boikot mengaku mengalami pengurangan jam kerja.  Kini, ia hanya mendapatkan jadwal kerja 2-3 hari dalam sepekan. "Sebelum boikot, saya bisa dapat jadwal kerja 5-6 hari dalam sepekan," ujarnya kepada Katadata.co.id.

Penghasilan yang diterima pun turun drastis. Sebelum boikot, ia sedikitnya dapat mengantongi Rp 3,5 juta dalam satu bulan. "Sekarang sebulan enggak ada Rp 2 juta," katanya.  Ia bercerita dalam satu gerai tempatnya bekerja, sekitar seperlima adalah pegawai paruh waktu. Semua bernasib sama seperti dirinya.

"Yang kita kerjakan juga lebih sedikit meskipun sebenarnya jumlah pekerja yang masuk dalam satu shift sekarang jauh berkurang," ujarnya. 

PT Fast Food Indonesia Tbk (FAST) yang mengoperasikan gerai waralaba Kentucky Fried Chicken (KFC) dan Taco Bell sebelumnya juga mengungkapkan  aksi boikot terhadap produk-produk yang diduga terafiliasi atau mendukung Israel membuat perseroan mengalami penurunan penjualan dan transaksi bisnis. Namun, manajemen tidak menyebut secara detail berapa besar nilai penurunan penjualan dan transaksi tersebut.

Dampak serupa juga dirasakan  PT Sarimelati Kencana Tbk (PZZA) selaku pemegang hak waralaba Pizza Hut.  Direktur PZZA Boy Ardhitya Lukito menilai pemerintah terlambat hadir untuk mengklarifikasi tuduhan masyarakat dengan kondisi sebenarnya. Isu boikot akhirnya menjadi bola liar dan merugikan para pelaku usaha yang memegang merek-merek luar negeri.  "

Bukan cuma Pizza Hut, tapi semua industri semua brand luar negeri di industri makanan dam minuman juga yang di industri barang konsumsi sehari-hari atau fast moving consumer goods yang juga menjadi terimbas," ujar Boy seperti dikutip dari keterbukaan informasi pada Selasa (12/12).