Kewaspadaan Gempa Besar Meningkat di Asia Setelah Gempa Myanmar

Ringkasan
- ["Hari Bumi, yang diperingati setiap tahun pada 22 April, bertujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepekaan terhadap perubahan iklim dengan tema tahun ini 'Planet vs Plastic', fokus pada masalah polusi plastik dan upaya mengurangi penggunaan plastik untuk kelestarian Bumi.", 'Hari Bumi dimulai pada tahun 1970 di Amerika Serikat, dipicu oleh semangat anti-perang dan kekhawatiran terhadap kerusakan lingkungan, menginspirasi jutaan orang untuk berdemonstrasi. Sejak itu, telah berkembang menjadi gerakan global yang memobilisasi penduduk di seluruh dunia untuk bertindak melawan perubahan iklim dan kerusakan lingkungan dengan adopsi langkah-langkah pelestarian lingkungan yang konkrit.
- Sejak tahun 1990, Hari Bumi berubah menjadi gerakan global mencakup ratusan juta orang di berbagai negara, mendorong peningkatan kesadaran dan tindakan terhadap masalah lingkungan, dari pemanasan global hingga penggunaan energi bersih. Keberhasilannya dalam memobilisasi masyarakat global disertai dengan peran media sosial yang signifikan, menjangkau generasi muda untuk bergerak bersama menuntut perubahan dan kebijakan baru demi perlindungan lingkungan yang lebih baik.

Gempa bumi magnitudo 7,7 yang terjadi di Myanmar dan turut mengguncang Thailand hingga Cina telah membangkitkan kewaspadaan negara-negara Asia terhadap kemungkinan gempa bumi besar yang sewaktu-waktu bisa terjadi. Jumlah korban meninggal akibat gempa tersebut mencapai ribuan orang.
Jepang Waspada Gempa Besar Palung Nankai
Tiga hari setelah gempa Myanmar, tepatnya pada Senin, 31 Maret, Pemerintah Jepang mengeluarkan hasil simulasi risiko terbaru bila terjadi gempa besar yang berpusat di Palung Nankai. Palung Nankai adalah lokasi dimana dua lempeng tektonik bertemu di Laut Pasifik, dan telah menjadi pusat gempa bumi besar di masa lalu. Palung Nankai terletak di selatan daerah Nankaido, Pulau Honshu.
Gempa besar di sekitar wilayah tersebut pernah terjadi pada 2011. Gempa berpusat di pantai timur Pulau Honshu dengan magnitudo 9,0 atau 9,1. Gempa memicu tsunami setinggi lebih dari 10 meter yang menyebabkan generator cadangan untuk pembangkit listrik tenaga nuklir Fukushima rusak. Akibatnya, sistem pendingin reaktor tidak berfungsi sehingga pembangkit meleleh dan meledak. Ini jadi salah satu bencana gempa dan nuklir terbesar dalam sejarah yang menyebabkan lebih dari 15 ribu orang meninggal.
Tahun lalu, pascagempa magnitudo 7,1 di perairan Miyazaki, Pulau Kyushu, Pemerintah Jepang sempat mewaspadai kemungkinan gempa tersebut memicu gempa besar Palung Nankai. Dalam hasil simulasi terbaru, pemerintah Jepang menyebut potensi 298 ribu orang meninggal karena tsunami dan runtuhnya bangunan bila gempa Palung Nankai terjadi pada malam hari dan saat musim dingin. Jumlah penduduk yang dievakuasi diprediksi bisa mencapai 12,3 juta orang. Ini sekitar 10 persen dari total penduduk Jepang.
Pemerintah Jepang mengimplementasikan rencana tanggap bencana untuk merespons risiko tersebut, termasuk membentuk agensi baru di bidang pencegahan bencana pada 2026.
Filipina Waspada Gempa Besar Sesar West Valley
Gempa besar di Myanmar juga telah membangkitkan kewaspadaan Filipina. Apalagi sebelumnya, sebuah studi yang dilakukan Philippine Institute of Volcanology and Seismology (Phivolcs) memprediksi gempa magnitudo 7,2 di Sesar West Valley bisa menyebabkan kerusakan luas, termasuk runtuhnya 168 ribu bangunan, dan 33 ribu korban tewas di Metro Manila dan provinsi sekelilingnya. Sesar West Valley adalah garis patahan aktif sepanjang sekitar 100 kilometer di Pulau Luzon yang merupakan lokasi dimana ibukota Myanmar, Manila berada.
Diberitakan Manila Standard, Legislator Filipina Camarines Sur Rep. Luis Raymund Villafuerte telah meminta senat untuk memprioritaskan Undang-Undang Bangunan yang ditujukan untuk mempersiapkan negara tersebut terhadap risiko gempa besar. Sebelumnya, Pemerintah Filipina menyatakan tidak siap bila gempa sekuat yang terjadi di Myanmar yaitu di atas magnitudo 7 mengguncang Filipina. Penduduk memang terdidik dalam soal pengamanan diri saat gempa, tapi bila gempa sebesar itu terjadi, bakal banyak korban berjatuhan karena bangunan runtuh.
Indonesia Waspada Gempa Besar di Berbagai Wilayah
Indonesia juga sudah lama mewaspadai potensi gempa besar di berbagai wilayah, antara lain di Selat Sunda. Merujuk pada pernyataan Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG Daryono pascagempa Jepang tahun lalu, terdapat potensi gempa besar karena ada seismic gap di zona Megathrust Selat Sunda dan Megathrust Mentawai-Siberut. Seismic gap adalah istilah yang digunakan untuk kawasan aktif secara tektonik namun jarang terjadi gempa dalam jangka waktu yang lama. Megathrust Selat Sunda dapat memicu gempa dengan kekuatan maksimal magnitudo 8,7 dan Megathrust Mentawai-Siberut M 8,9. Potensi ini memicu kekhawatiran di masyarakat.
Januari lalu, Menteri Pekerjaan Umum Dody Hanggodo menyatakan bahwa pemerintah sudah banyak berdiskusi dengan beberapa negara maju seperti Jepang dan Korea Selatan untuk mempelajari pembangunan infrastruktur tahan gempa. Menurut dia, selain teknologi, kuncinya adalah pemilihan lokasi yang tepat untuk infrastruktur besar. "Kami bangun di tempat-tempat yang kalau misalnya terjadi gempa megathrust itu tidak kena lah, atau kalau pun kena minimum," ujarnya.
Di luar pengamanan infrastruktur, belum ada kebijakan baru yang terpantau disiapkan pemerintah guna meminimalkan potensi kerusakan maupun korban jiwa dari gempa besar yang mungkin terjadi.