Komisi I DPR dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) menyepakati pembentukan Panitia Kerja atau Panja untuk menyelesaikan lima rancangan undang-undang (RUU) ratifikasi bidang pertahanan dengan India, Prancis, Kamboja, Brazil dan Uni Emirat Arab alias UEA.
Kesepakatan tersebut merupakah hasil rapat dengar pendapat (RDP) Komisi I dan Kementerian Luar Negeri di Gedung Nusantara II Senayan, Jakarta pada Rabu (19/6).
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan pengusulan lima RUU kerja sama pertahanan tersebut dibuat untuk mendatangkan manfaat strategis bagi Indonesia. Beberapa di antaranya adalah peningkatan kapasitas pertahanan, transfer teknologi, hingga riset bersama.
"Kelima perjanjian tersebut juga disusun berdasarkan prinsip kesetaraan, keuntungan bersama, dan penghormatan penuh atas kedaulatan dan integritas wilayah," kata Retno.
Retno meyakini pengesahan RUU ratifikasi bidang pertahanan ini dapat membawa dampak positif bagi Pemerintah Indonesia. Adapun uraian singkat terkait isi perjanjian kerja sama pertahanan antara Indonesia dengan lima negara sebagai berikut:
India
Konvensi kerja sama pertahanan antara Indonesia dan India sejatinya telah ditantatangani pada 25 Mei 2018 di New Delhi dan 27 Mei 2018 di Jakarta. Isinya adalah upaya membuka pintu kerja sama antara Indonesia dan India dalam pengembangan teknologi dan industri pertahanan serta peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Retno mengatakan ini sebuah langkah progresif mengingat India telah mempu meningkatkan ekspor penjualan produk pertahanan sebesar 21 kali lipat dalam satu dekade terakhir.
“Kerja sama ini meliputi pendidikan, pelatihan dan latihan militer bersama, pengembangan bidang sains dan teknologi pertahanan, pertukaran personel serta dukungan logistik,” kata Retno.
Prancis
Akad kerja sama pertahanan antara Indonesia dan Prancis telah terjalin sejak 28 Juni 2021. Kesepakatan yang ditandatangani oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto dan Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Florence Parly itu menyetujui sejumlah hal.
Beberapa di antaranya perjanjian kerja sama intelijen, pendidikan dan pelatihan, dan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ketahanan. Selain itu, keduanya juga menyepakati upaya pemeliharaan perdamaian dan bantuan kemanusiaan hingga penelitian dan pengembangan alat pertahanan.
“Prancis memiliki industri pertahanan yang maju dan merupakan pengekspor produk pertahanan terbesar kedua setelah Amerika Serikat," kata Retno.
UEA
Retno mengatakan perjanjian kerja sama pertahanan antara Indonesia dan UEA telah disepakati pada 24 Februari 2020 di Abu Dhabi. Kerja sama pertahanan itu mengacu upaya produksi bersama industri pertahanan kedua negara seperti amunisi dan komponen senapan.
“Kerja sama dalam perjanjian meliputi pertukuran informasi, industri pertahanan dan peningkatan kapasitas,” kata Retno.
Kamboja
Komitmen dua negara untuk menjalin kerja sama di bidang pertahanan telah disepakati pada 23 Oktober 2017 di sela-sela pertemuan ASEAN Defence Ministers Meeting di Pampanga, Filipina.
Menurut Retno, perjanjian itu difokuskan pada pertukaran kunjungan, pertukaran informasi ilmu pengetahuan, teknologi pertahanan serta upaya peningkatan kapasitas sumber daya manusia. Perjanjian ini juga diharapkan dapat membuka peluang peningkatan kerja sama ekspor produksi senjata buatan Indonesia.
Brazil
Indonesia dan Brazil telah mengikat komitmen kerja sama di bidang pertahanan lewat perjanjian yang ditandatangani pada 20 Maret 2017 di Jakarta dan 5 April di Rio de Janeiro.
Perjanjian itu memuat klausul untuk membuka peluang kerja sama dan dukungan logistik pertahanan, transfer teknologi hingga studi dan produksi, serta pemasaran bersama terkait peralatan-peralatan pertahanan.
Retno mengatakan, kerja sama pertahanan ini akan berdampak positif karena Brazil adalah negara yang memiliki kekuatan militer terbesar kedua di bumi bagian barat setelah Amerika Serikat.
Brazil juga memiliki jaringan industri pertahanan yang mapan dengan adanya 20 perusahaan pertahanan yang melayani 85 negara mitra.
“Kerja sama keduanya juga mencakup pertukuran kunjungan, pertemuan antar institusi, pengembangan sumber daya manusia, serta pertukaran pengetahuan dan pengalaman,” kata Retno.