Ekspor Patin Merosot 52,22%, KKP: Permintaan Domestik Tinggi

ANTARA FOTO/M Agung Rajasa
Nelayan mengupas kepiting rajungan di desa Sebala, Batu Gajah, Kabupaten Natuna, Kepulauan Riau, Kamis (27/7).
Penulis: Michael Reily
Editor: Pingit Aria
11/4/2018, 16.32 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, volume ekspor ikan patin pada 2017 hanya 5.321 ton. Angka itu merosot 52,22% dibandingkan 2016 yang mencapai 11.137 ton.

Dari jumlah itu, sasaran ekspor ke Thailand sebesar 44 %, Jepang 15%, dan Myanmar 14%, Malaysia 6%, Inggris 4%, Prancis 3%, dan sisanya sebesar 14% ditujukan kepada negara lainnya.

Direktur Jenderal Penguatan Daya Saing Produk Kelautan dan Perikanan (PDSPKP) KKP Nilanto Perbowo menyatakan, turunnya angka ekspor itu bukan karena kendala produksi di dalam negeri. “Tahun 2017 ekspor menurun karena ada peningkatan permintaan di pasar domestik,” katanya dalam siaran pers, Rabu (11/4).

Nilanto menekankan, produksi ikan patin masih terus meningkat. Catatannya, pada 2017 produksi patin nasional sebesar 437.111 ton, meningkat 28,91% dari tahun sebelumnya yang hanya 339.069 ton. Pada 2018, Nilanto menyatakan, target produksi patin meningkat 38,31% hingga menjadi 604.587 ton.

(Baca juga: KKP dan Garuda Indonesia Kerja Sama Logistik Perikanan)

Rincian porsi wilayah produksinya, Sumatera 68,07%, Jawa 8,48%, dan Kalimantan 20,23%. “KKP terus melakukan pemantauan dan mendorong produksi patin nasional,” ujar Nilanto.

Selain itu, pemerintah juga menerapkan Standar Nasional Indonesia (SNI) untuk membatasi impor. “Pascapenerapan kebijakan proteksi impor patin, geliat industri patin Indonesia menunjukkan perkembangan yang menggembirakan,” katanya.

Strategi penelusuran hulu ke hilir ditujukan untuk meningkatkan peluang serta kebutuhan masing-masing pelaku usaha supaya terjalin jejaring bisnis antarpelaku usaha.

Pemerintah juga memfasilitasi pembiayaan berupa dukungan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam usaha komoditas patin. Bank Jatim juga memberikan kredit kepada 22 debitur dari 14 kelompok pembudidaya ikan patin di Kabupaten Tulungagung, Jawa Timur, dengan nilai Rp 7 miliar. Tujuan akhirnya adalah agar industri patin nasional bisa berdaya saing dan mampu menguasai pasar domestik serta internasional.

(Baca juga: Dorong Transaksi Perikanan, Menteri Susi Pantau Pembangunan SKPT Papua)

Asosiasi Pengusaha Catfish Indonesia (APCI) Tulungagung, Mohamad Suhaili, mengungkapkan ada 4 solusi untuk meningkatkan kualitas produksi dan produktivitas patin. “Solusi dari pembudidaya untuk pemenuhan kebutuhan patin untuk konsumsi masyarakat,” tutur Suhaili.

Yang pertama, penambahan padat tebar yang mengarah ke panen parsial. Kedua, penjalinan kerja sama dengan pasokan untuk mendapatkan kepastian jaminan dan harga. Ketiga, penjalinan kerja sama dengan penyuplai pakan supaya permodalannya lebih ringan. Terakhir, penambahan area luas budidaya.

Reporter: Michael Reily