Perwakilan China Railway Corporation, salah satu perusahaan yang masuk dalam konsorsium Tiongkok bakal melakukan tinjauan lapangan atas proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Perusahaan hendak mengevaluasi perkembangan pembangunan proyek senilai US$ 6,071 miliar tersebut
"Dia datang kemari untuk melihat perkembangannya, sekarang timnya sedang ke lapangan," kata Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan di kantornya, Jakarta, Selasa (6/3).
Luhut mengatakan China Railway Corporation akan melihat perkembangan pembebasan lahan dan masalah perizinan yang menghambat proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Pembebasan lahan saat ini masih belum beres sehingga menghambat pencairan dana.
(Baca juga: Ada Asuransi Proyek, Biaya Kereta Cepat Jakarta-Bandung Membengkak)
Sejauh ini lahan yang telah dibebaskan hanya 55 kilometer (km) dari 142 km panjang jalur Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Dari jumlah tersebut 22 km saat ini sudah persiapan untuk pembangunan. Sementara 33 km sisanya sedang persiapan untuk pembersihan lahan (land clearing).
Beberapa lahan yang baru dibebaskan saat ini berasal dari tanah milik BUMN, seperti Wika, PTPN VIII, Kereta Api Indonesia, dan Jasa Marga. Adapun, 55 kilometer dari lahan yang telah dibebaskan telah diserahkan kepada kontraktor.
"Pembebasan lahan perkembangannya sudah 54%," kata Luhut.
Setelah melakukan peninjauan, China Railway Corporation akan melaporkan hasilnya kepada Luhut. Dia mengagendakan pertemuan kembali dengan China Railway Corporation di kantornya pada Jumat (9/3). "Nanti hari Jumat kembali ke sini lagi evaluasi (proyek)," kata Luhut.
(Baca juga: Luhut Sebut Proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung Bisa Mundur ke 2024)
Menurut Luhut, hasil evaluasi tersebut akan menjadi landasan untuk pencairan dana dari China Development Bank (CDB). Dia mengklaim jika masalah pencairan dana akan segera diselesaikan dalam waktu dekat. "Ya mestinya sebentar lagi beres," kata Luhut.
Kereta cepat Jakarta-Bandung memang dibiayai modal yang disetor konsorsium perusahaan Tiongkok dan Indonesia serta dana pinjaman dari China Development Bank (CDB). Dari total pembiayaan proyek ini yang sebesar US$ 6,071 miliar atau setara dengan Rp 82,7 triliun, sebesar 25% merupakan ekuitas KCIC yang berasal dari Beijing Yawan dan PT Pilar Sinergi BUMN Indonesia (PSBI) dengan komposisi 40:60.
Sementara 75% sisanya akan berasal dari pinjaman China Development Bank (CDB). Pemerintah sebelumnya menargetkan pada Maret 2018 pinjaman CDB senilai US$ 500 juta akan cair.
(Baca: Tiongkok Baru Setor Rp 2 Triliun untuk Kereta Cepat Jakarta-Bandung)