Salah satu cara mencegah virus Corona yang direkomendasikan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah dengan penyemprotan cairan disinfektan. WHO dalam situs resminya, whoi.int, memberikan formula membuat disinfektan mandiri dengan bahan yang tersedia di rumah tangga, yakni alkohol dan sodium hipoklorit atau cairan pemutih.
Takaran yang direkomendasikan adalah pengenceran 5 persen sodium hipoklorit dalam air dengan perbandingan 1:1000. Namun WHO tidak merekomendasikan mencampurnya dengan chloride.
Cairan disinfektan, kata WHO, bisa membunuh bakteri dan virus dalam rentang 10-60 menit setelah penyemprotan dilakukan. Hal ini karena efek kandungan klorin dalam cairan pemutih. Maka perlu dilakukan secara rutin di lingkungan rumah agar tetap terjaga dari virus Corona.
Formula disinfektan a la WHO kemudian digunakan publik secara meluas. Termasuk di Indonesia yang menurut data per 29 Maret telah terjadi penambahan pasien positif Corona sebanyak 130 orang dengan total 1.285 kasus. Tren penambahan kasus pasien positif Corona bisa dilihat dalam grafik Databoks di bawah ini:
Namun dalam praktiknya masyarakat tak hanya menyemprot disinfektan ke ruangan atau benda, tapi juga tubuh. Seperti dilakukan warga Dusun Krapyak III, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Mereka membuat gapura penyemprot disinfektan otomatis menggunakan sensor gerak. Sehingga setiap orang atau kendaraan yang melewatinya secara otomatis terkena semprotan disinfektan. Begitupun praktik pada bilik disinfektan yang tersebar di banyak tempat lainnya.
Luasnya praktik demikian di seluruh dunia, membuat WHO kembali angkat bicara melalui situs resminya. Dalam kanal Saran Publik, organisasi ini menegaskan menyemprotkan cairan disinfektan ke sekujur tubuh tak akan membunuh virus Corona atau bernama resmi Covid-19. Karena virus tersebut telah masuk ke dalam tubuh, sementara cairan disinfektan hanya sampai di luar tubuh. Sebaliknya, menurut WHO menyemprotkan cairan disinfektan yang mengandung klorin ke tubuh bisa berakibat buruk bagi kesehatan.
(Baca: Menebar Bantuan Tunai di Masa Ekonomi Sulit Pandemi Corona)
Mengenal Klorin
Klorin (Cl2) adalah senyawa kimia nomor 17 dalam tabel periodik dan tergolong kelompok halogen. Menurut Livescience.com klorin memiliki banyak fungsi, seperti sterilisasi air minum, disinfeksi kolam renang, dan untuk keperluan industri manufaktur. Klorin juga berperan dalam proses kimiawi alami, seperti menjadi agen oksidasi dan pengganti hidrogen.
Klorin mulai diperhatikan dunia setelah pada 1810 kimiawan Inggris Sir Humphry Davy mengenalkannya sebagai senyawa berbeda dengan oksigen, tak seperti para kimiawan sebelumnya yang menganggapnya sama. Ia memberi nama senyawa ini dengan khloros yang dalam Bahasa Yunani berarti hiaju kekuningan, sebelum akhirnya memutakhirkan namanya sebagai chloric gas atau chlorine.
Meskipun klorin punya banyak manfaat dan lazim digunakan dalam kebutuhan rumah tangga, tapi memiliki efek samping berbahaya karena mengandung racun. Dalam kadar tinggi, klorin bisa meracuni manusia. Bahkan, menurut Royal Society of Chemistry, klorin pernah menjadi senjata biologis pada Perang Dunia I.
(Baca: Berapa Lama Corona Bertahan di Tembaga, Besi, Plastik, dan Aerosol?)
Berbagai Penyakit Akibat Klorin
Merujuk kepada situs resmi Dinas Kesehatan New York, health.ny.gov, klorin bisa berdampak pada kesehatan dalam menit kedua setelah manusia terpapar. Dampaknya sesuai dengan kadar saat terpapar. Semakin besar kadarnya, semakin bahaya bagi kesehatan.
Paparan klorin paling sering adalah melalui udara dan memengaruhi saluran pernapasan. Dalam kadar rendah akan mengakibatkan iritasi, sakit tenggorokan dan batuk. Dalam kadar tinggi bisa mengakibatkan dyspnea atau sesak napas karena tidak terpenuhinya pasokan oksigen ke paru-paru, bronchospasm atau gangguan otot bronkus pada paru-paru yang menyempit sehingga keluar masuk udara terganggu, dan edema paru.
Di kulit dan mata, klorin bisa menyebabkan iritasi. Dalam kadar rendah adalah gatal-gatal dan kemerahan. Dalam kadar tinggi bisa mengikis cairan mata dan lapisan kulit yang bisa berakibat penyakit lebih serius. Menurut Dinas Kesehatan New York, meskipun belum ditemukan kaitan antara efek klorin terhadap kanker kulit tapi terdapat potensi ke sana.
Permasalahannya, sampai saat ini tidak ada penawar racun klorin. Oleh karena itu, cara menghindari efek samping klorin bagi kesehatan tubuh adalah dengan menggunakannya secara hati-hati dan sesuai anjuran aman yang diberikan.
Pada penggunaan disinfektan mengandung klorin, anjuran WHO adalah melindungi diri dengan masker dan sarung tangan saat menyemprotkannya. Serta tidak menyemprotkan ke tubuh dan makanan.