Mengintip Kecanggihan Pesawat Tempur Rafale dari Prancis

Dok. Dassault Aviation
Pemerintah Indonesia mengkaji pembelian sejumlah alat utama sistem persenjataan (alutsista) dari Prancis, termasuk 48 unit pesawat jet tempur Rafale produksi Dassault Aviation.
Penulis: Hari Widowati
23/1/2020, 16.08 WIB

(Baca: Jokowi Minta Prabowo Ubah Belanja Alutsista jadi Investasi Pertahanan)

3. Sistem persenjataan canggih

Rafale mampu mengoperasikan sistem persenjataan canggih, seperti rudal MICA yang bisa membidik target yang berada di luar jangkauan visual (beyond visual range/BVR). Ada juga rudal jarak jauh bernama METEOR yang dikombinasikan dengan rudal udara bertenaga jet.

Lalu, ada Highly Agile and Manoeuvrable Munition Extended Range (HAMMER) yang merupakan roket modular yang bisa membidik target di udara maupun di darat dengan presisi, menggunakan global positioning system (GPS) maupun sensor infra merah. Rafale juga dilengkapi dengan bom yang dipandu sinar laser dengan hulu ledak berbobot 250 kg hingga 1 ton.

(Baca: Konflik Iran vs AS, Ini 10 Negara dengan Militer Terkuat di Dunia)

4. Sistem sensor aktif radar elektronik

Dassault Aviation menyebut Rafale sebagai satu-satunya pesawat tempur Eropa yang menggunakan sensor radar elektronik. Sistem radar yang dikembangkan oleh Thales dengan nama RBE2 itu bisa mendeteksi ancaman lebih cepat dan melacak beberapa target sekaligus.

Rafale juga dilengkapi dengan sistem Front Sensor Optronics (FSO) yang diintegrasikan penuh ke pesawat. FSO beroperasi pada panjang gelombang optronik sehingga kebal terhadap pemblokiran radar. Sistem ini juga memungkinkan pesawat melacak target di udara, air, maupun daratan dengan laser beresolusi tinggi.

(Baca: Elang Hitam, Drone Buatan Indonesia)

Selain Indonesia, negara mana yang menggunakan pesawat jet tempur Rafale? India sudah lebih dulu memesan pesawat jet tempur Rafale sebanyak 36 unit seharga US$ 8,78 miliar pada 2016. Pesawat pertama telah diserahkan menhan Prancis kepada Menteri Pertahanan India, Rajnath Singh, pada Oktober 2019.

Seperti dilansir Business Insider, pembelian pesawat tempur ini sempat ditolak oleh Partai Kongres Nasional India. Partai itu menuduh pemerintahan Perdana Menteri Narendra Modi membeli pesawat dengan harga tiga kali lebih mahal dibandingkan harga yang ditawarkan kepada partai oposisi sebelum Modi berkuasa pada 2014.

Halaman:
Reporter: Dimas Jarot Bayu