Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah merancang kebijakan untuk menurunkan harga gas industri hingga US$ 6 per MMBTU. Salah satu caranya dengan mengoptimalkan penyerapan LNG oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
Pelaksana Tugas Dirjen Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan pemerintah akan meminta kontraktor kontrak kerja sama (KKKS) untuk menawarkan sisa produksi LNG yang belum berkontrak ke PGN dengan sistem lelang. Dengan begitu, KKKS tidak langsung menjual sisa produksi LNG ke pasar spot.
Dengan cara tersebut, kapasitas FSRU Lampung milik PGN menjadi optimal. Sehingga PGN bisa menurunkan harga gas untuk industri.
"Selama infrastruktur dia full capacity, bisa menjual US$ 6 per MMBTU. (FSRU) Lampung optimal, pipanya full, toll fee-nya kan bisa turun, harga bisa turun. Untung bisa sama, tapi volumenya besar, itu yang ditawarkan PGN," ujar Djoko di Gedung Kementerian ESDM, Rabu (8/1).
(Baca: Dikeluhkan Jokowi, Luhut Janji Harga Gas Bisa Turun dalam 3 Bulan)
PGN pun sedang menghitung patokan harga beli LNG dari KKKS. Jika patokan harga LNG yang ditetapkan PGN lebih rendah dari harga di pasar spot, maka bagi hasil milik pemerintah akan dikurangi demi memberikan harga yang sesuai dengan kemampuan PGN.
"Misalnya harga lebih tinggi sehingga PGN berpeluang tidak dapat, selisihnya itu bisa ditutup dari pemerintah supaya harganya tetap sesuai kemampuan PGN," ujar Djoko.
Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta harga gas untuk sektor industri dapat ditekan hingga US$ 6 per MMBTU. Kepala Negara menjelaskan tiga opsi untuk menurunkan harga gas industri.
Opsi pertama, mengurangi atau menghilangkan porsi pemerintah dari hasil kegiatan KKKS sebesar US$ 2,2 atau sekitar Rp 30.720 per mmbtu.
Opsi kedua, mewajibkan KKKS memasok gas untuk domestic market obligation (DMO) yang bisa diberikan kepada Perusahaan Gas Negara (PGN), dan opsi ketiga yaitu membebaskan impor gas bagi industri.
(Baca: Jokowi Dinilai Blunder Bebaskan Impor untuk Tekan Harga Gas Industri)