Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarief tak sepakat dengan penerapan hukuman mati bagi koruptor. Dia tak yakin eksekusi algojo bisa menimbulkan efek jera dan mengurangi tingkat pidana korupsi.
Laode menjelaskan negara-negara dengan skor Indeks Persepsi Korupsi (IPK) tertinggi di dunia tidak menerapkan hukuman mati kepada koruptor. Justru negara yang menerapkan hukuman mati memiliki skor pemberantasan korupsi lebih rendah dibandingkan Indonesia.
"Siapa (negara) yang masih ada pidana mati koruptor? Tiongkok. Skor IPK Tiongkok berapa? 40. Kita 38. Jadi tidak ada hubungannya (menurunnya tingkat korupsi) dengan hadirnya pidana mati,” kata Laode di kantornya, Jakarta, Kamis (19/12).
(Baca: Jokowi Ditanya Siswa SMK: Mengapa Tak Tegas Hukum Mati Koruptor?)
Laode juga memberi contoh bahwa hukuman mati tak terbukti dapat mengurangi berbagai tindak kejahatan. Ini kerap terjadi dalam berbagai kasus narkoba yang tak juga berkurang kasusnya.
“Jadi bila dibilang (hukuman mati) membuat deterrent effect (efek jera) lebih banyak, itu dipertanyakan. Itu juga harus kita pikirkan,” kata Laode.
Selain itu penerapan hukuman mati hanya akan mempersulit kerja sama antar negara dalam mengungkap kasus korupsi. Apalagi sudah banyak negara yang menghapuskan pidana mati kepada koruptor.
Dia mencontohkan, Inggris tak mau membantu Indonesia mengungkap kasus korupsi mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar jika hukuman mati masih diterapkan. “Mereka pikir dua kali (membantu pengungkapan kasus korupsi Emirsyah).
Makanya Syarief beranggapan pidana hukuman mati dalam UU Tipikor lebih baik tak diubah. Eksekusi mati hanya diterapkan untuk koruptor yang melakukan perbuatan berulang.
Hal senada disampaikan pakar hukum pidana dari Universitas Parahyangan Agustinus Pohan. Menurut Agustinus, hukuman belum terbukti efektif menimbukan efek jera dan mengurangi tingkat korupsi. Justru penerapan eksekusi mati berbahaya karena tak bisa diubah jika ada kekeliruan dalam proses hukumnya.
“Saya lebih percaya kalau kita bisa meningkatkan persentasi dari koruptor yang dihukum akan jauh lebih efektif,” ucap Pohan.
(Baca: Sehari Jelang Pergantian Pimpinan, KPK Usulkan Revisi UU Tipikor)
Wacana ini berkembang setelah Presiden Joko Widodo (Jokowi) ditanya oleh siswa SMKN 57 Jakarta, Harley Hermansyah perihal kurang tegasnya negara dalam menghukum koruptor. Jokowi lantas membuka peluang merevisi KUHP dan UU Tipikor agar ada hukuman mati terhadap semua jenis kasus korupsi.
Selain itu revisi aturan untuk memasukkan ancaman hukuman mati bergantung kepada DPR. “Sekali lagi juga termasuk yang ada di legislatif,” kata Jokowi beberapa waktu lalu.