Pengamat: BPJS Kesehatan Kerap Defisit Akibat Dokter Obral Rujukan

Pemerintah dinilai perlu melakukan audit medis terkait rekomendasi rujukan dokter kepada pasien untuk menurunkan defisit BPJS Kesehatan.
1/12/2019, 14.43 WIB

Ia berencana mengevaluasi layanan rumah sakit kepada pasien BPJS Kesehatan. "Yang berlebihan dievaluasi, bukan pelayanan diturunkan," kata Terawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis 21 November lalu.

Contoh layanan berlebihan itu adalah pemasangan ring untuk penderita sakit jantung. Pihak rumah sakit sering kali mengharuskan pasien melakukan operasi ini. Padahal, bisa jadi hal itu tidak dibutuhkan dan masih dapat ditangani dengan pencegahan atau pemberian obat.

Terawan menyebut tagihan penanganan pasien sakit jantung mencapai Rp 10,5 triliun. “Kalau bisa turun 50% itu sudah membuat kita bahagia,” ucapnya.

Penanganan persalinan juga ia katakan terlihat berlebihan dengan jumlah tagihan operasi cesar mencapai Rp 5 triliun. Rasio kelahiran bayi dengan cesar di Indonesia saat ini mencapai 45%. “Ini menunjukkan kita tidak dalam kondisi baik karena ternyata tidak menurunkan angka kematian ibu dan bayi secara nasional. Percuma duit banyak dikeluarkan,” kata Terawan.

(Baca: Iuran Naik, Ini Janji Perbaikan Layanan BPJS Kesehatan )

Dari grafik Databoks di bawah ini, defisit BPJS Kesehatan pada 2019 akan menjadi yang terbesar sejak program itu berjalan pada 2014. Menteri Keuangan Sri Mulyani memperkirakan defisitnya sampai akhir tahun mencapai Rp 32,8 triliun.

Karena itu, tahun depan pemerintah berencana menaikkan iurannya lebih dari 100%. Untuk iuran peserta mandiri kelas I naik jadi Rp 160 ribu, kelas II jadi Rp 110 ribu, dan kelas III jadi Rp 42 ribu.

Halaman:
Reporter: Tri Kurnia Yunianto