Kontroversi Grasi Jokowi untuk Napi Kasus Korupsi Annas Maamun

ANTARA FOTO/Agus Bebeng
Mantan Gubernur Riau Annas Maamun menerima grasi dari Presiden Joko Widodo (Jokowi). Masa hukuman Annas yang merupakan narapidana kasus korupsi itu dikurangi satu tahun.
Penulis: Hari Widowati
27/11/2019, 10.26 WIB

Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberikan grasi untuk mantan Gubernur Riau, Annas Maamun, yang menjadi narapidana kasus korupsi pengalihan lahan. Kebijakan ini menuai pro dan kontra.

Menurut Kepala Bagian Hubungan Masyarakat (Humas) Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham), Ade Kusmanto, Annas mengajukan grasi dengan alasan kemanusiaan. "Pertimbangannya adalah berusia di atas 70 tahun. Saat ini yang bersangkutan berusia 78 tahun dan menderita sakit berkepanjangan," ujar Ade seperti dikutip Antara, Selasa (26/11).

Dokter menyebut Annas menderita berbagai penyakit, antara lain penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), depresi, gastritis (lambung), hernia, dan sesak napas yang membutuhkan pemakaian tabung oksigen setiap hari. Atas dasar itu, Kemenkumham dan Mahkamah Agung (MA) memberikan pertimbangan kepada Presiden Jokowi.

Presiden memberikan grasi kepada Annas pada 25 Oktober 2019 sesuai Kepres Nomor 23/G tahun 2019 tentang Pemberian Grasi. "Kami bersyukur Pak Annas mendapatkan grasi, memang beliau dalam kondisi tidak sehat," kata Kuasa Hukum Annas Maamun, Asep Ruhiat, seperti dikutip Riaunews, Selasa (11/26).

(Baca: KPK Minta Interpol Terbitkan Red Notice untuk Sjamsul Nursalim )

Korupsi Alih Fungsi Lahan

Mantan Gubernur Riau ini dihukum lantaran terbukti melakukan tindak pidana korupsi alih fungsi lahan hutan menjadi kebun kelapa sawit di Kabupaten Kuantan Singingi, Riau. Annas menerima suap senilai US$ 166.100 dari pengusaha Gulat Medali Emas Manurung.

Manurung meminta Annas memasukkan permintaannya dalam surat Gubernur Riau tentang revisi kawasan hutan. Annas juga menerima uang Rp 500 juta dari Edison Marudut melalui Manurung untuk pengerjaan proyek Pemerintah Provinsi Riau.

Annas divonis tujuh tahun penjara di tingkat kasasi di MA. Hukuman itu lebih berat dibandingkan vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor Bandung pada 24 Juni 2015.

Berdasarkan vonis tersebut, seharusnya Annas bebas pada 3 Oktober 2021. Namun dengan adanya grasi, Annas akan bebas pada 3 Oktober 2020. Meski demikian, Ade mengatakan Annas juga dikenai denda Rp 200 juta. "Denda telah dibayar pada 11 Juli 2016," ujar Ade.

(Baca: ICW Minta Jokowi Cabut Grasi Eks Gubernur Riau Annas Maamun )

KPK Terkejut, ICW Kecam Pemberian Grasi

Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah mengatakan, KPK kaget mendengar informasi pemberian grasi terhadap Annas. Pasalnya, Annas terkait sejumlah perkara korupsi yang ditangani KPK.

"Kasus korupsi yang dilakukan yang bersangkutan terkait sektor kehutanan, yaitu suap untuk perubahan kawasan bukan hutan untuk kebutuhan perkebunan sawit saat itu," kata Febri seperti dikutip Antara, Selasa (26/11).

KPK menghargai kewenangan presiden memberi pengampunan (grasi) terhadap terpidana kasus korupsi Annas Maamun. KPK telah menerima surat dari Lapas Sukamiskin yang meminta eksekusi grasi tersebut pada Selasa (26/11) sore. "KPK akan mempelajari surat yang dikirim oleh Lapas Sukamiskin tersebut," ujarnya.

Indonesia Corruption Watch (ICW) kecewa terhadap keputusan Presiden Jokowi memberikan grasi kepada terpidana kasus korupsi Annas Maamun. "ICW kecewa sekaligus mengecam langkah Presiden Joko Widodo yang justri memberikan grasi kepada terpidana kasus korupsi alih fungsi lahan di Provinsi Riau, Annas Maamun," ujar Peneliti ICW Kurnia Ramadhana seperti dilansir Antara, di Jakarta, Selasa (26/11).

(Baca: Mahfud Sebut Pimpinan KPK Tak Bisa Ikut Uji Materi Jika Wakili Lembaga)

ICW juga mempertanyakan keputusan grasi untuk Annas lantaran korupsi merupakan kejahatan luar biasa (extraordinaire crime). Alasan kemanusian yang menjadi dasar pemberian grasi dinilai belum bisa diukur secara jelas.

"Terpidana yang diberikan grasi oleh Presiden adalah seorang mantan kepala daerah yang awalnya diberi mandat oleh masyarakat untuk menjadi gubernur, namun justru menggunakan kepercayaan itu untuk melakukan kejahatan korupsi," kata Kurnia.

Keputusan Jokowi ini dinilai mencoreng rasa keadilan masyarakat. Pasalnya, masyarakat adalah pihak yang paling merasakan dampak dari korupsi tersebut. Oleh karena itu, ICW meminta keputusan grasi tersebut dicabut.

(Baca: Kasus Suap Meikarta, KPK Tahan Eks Presdir Lippo Cikarang )