Presiden Jokowi meminta pemerintah daerah (pemda) tidak mempersulit investor masuk ke dalam negeri, terutama yang ingin membangun industri berorientasi ekspor. Ia pun meminta pemda aktif dalam membantu realisasi investasi tersebut.
“Kalau ada investasi yang orientasinya ekspor, sudah tutup mata, tanda tangan izinnya secepat-cepatnya. Enggak usah ditanya-tanya,” kata Jokowi saat membuka Rakornas Indonesia Maju Pemerintah Pusat dan Forkopimda 2019 di Sentul International Convention Center, Bogor, Jawa Barat, Rabu (13/11).
(Baca: BKPM Ungkap Rencana Investasi Asing Rp700 Triliun Kandas karena Aturan)
Perlakuan yang sama, kata Jokowi, perlu diterapkan pemda terhadap investor yang ingin membangun industri substitusi impor. Lebih jauh, ia meminta pemda membantu para investor yang mengalami kendala dalam merealisasikan investasinya.
“Sudah saya beri izin sekarang, tapi kamu mulai kapan? Besok, langsung digitukan. Di lapangan ada problem apa? Lahan? Bantu biar segera terealisasi,” kata Jokowi.
Ia menjelaskan upaya mempermudah investasi tersebut penting dilakukan. Sebab, investasi diperlukan untuk penciptaan lapangan kerja. Secara khusus, investasi untuk industri berorientasi ekspor dan substitusi impor diperlukan guna mengurangi defisit neraca dagang.
Jika masalah defisit neraca dagang bisa diatasi, kata Jokowi, Indonesia bisa dengan berani mengambil langkah-langkah balasan bila ada kebijakan negara lain yang merugikan Indonesia.
(Baca: Diskriminasi Sawit, Indonesia Gugat Uni Eropa ke WTO Tahun Ini)
“Kalau neraca perdagangan dan transaksi berjalan kita surplus, yang nge-banned CPO (minyak kelapa sawit) kita, kita potong impor-impor mobil, impor barang. Berani kita. Tapi kalau posisi seperti ini kita hitung-hitungan,” ucap Jokowi.
BPS mencatatkan neraca dagang pada September 2019 defisit sebesar US$ 160 juta, memburuk dibanding bulan sebelumnya yang mencatatkan surplus US$ 85 juta. Defisit terjadi karena kinerja ekspor yang melemah, sedangkan impor meningkat.
Nilai ekspor pada September tercatat sebesar US$ 14,1 miliar, turun 1,21% dibanding bulan sebelumnya atau 5,74% dibanding periode yang sama tahun lalu. Sedangkan nilai impor US$ 14,26 miliar, naik 0,63% dibandingkan bulan sebelumnya atau turun 2,41% dibanding periode yang sama tahun lalu.
(Baca: Jokowi Yakin Penyakit Defisit Transaksi Berjalan Tuntas dalam 4 Tahun)
Sedangkan Bank Indonesia mencatat defisit transaksi berjalan pada kuartal III 2019 mencapai US$ 7,7 miliar atau 2,7% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), membaik dibanding kuartal sebelumnya US$ 8,5 miliar atau 3,22% terhadap PDB. Meski demikian, neraca pembayaran masih tercatat defisit sebesar US$ 46 juta.
Sepanjang tahun lalu, neraca transaksi berjalan mengalami defisit US$ 31,1 miliar atau sekitar 2,98% dari PDB. Defisit tersebut merupakan yang terdalam sejak 2015.