Pemangkasan Produksi OPEC Diragukan, Harga Minyak Turun Jadi US$ 62

KATADATA
Ilustrasi, kilang minyak. Harga minyak pada Selasa (5/11) tertekan di tengah keraguan Opec dan negara sekutunya memangkas produksi minyak pada tahun depan. Pasalnya pemangkasan produksi dapat mendorong harga minyak.
5/11/2019, 10.05 WIB

Harga minyak turun pada perdagangan Selasa (5/11) setelah berhasil naik pada akhir pekan lalu. Pelemahan harga minyak dipengaruhi keraguan atas rencana Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) serta negara sekutunya untuk memangkas produksi minyak pada awal tahun depan.

Mengutip Reuters, harga minyak berjangka Brent turun 9 sen menjadi US$ 62,04 per barel. Sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) turun 11 sen ke level US$ 56,43 per barel.

Pasar sebenarnya telah mengincar kemungkinan perluasan pemangkasan produksi minyak OPEC pada awal tahun depan. Rencana pemangkasan produksi dapat mendorong harga minyak.

Namun, pasar ragu OPEC dan negara sekutunya bakal memangkas produksi pada awal tahun depan. "OPEC mungkin gagal mencapai konsensus untuk bertindak di bulan Januari mengingat tanda-tanda ketidakharmonisan dalam jajarannya," kata Ahli Strategi Pasar di AxiTraders, Stephen Innes, seperti dikutip dari Reuters pada Selasa (5/11).

(Baca: Rusia Gagal Pangkas Produksi, Harga Minyak Anjlok Jadi US$ 59,32)

Pasalnya, Rusia gagal memenuhi kewajiban pemangkasan produksi sesuai perjanjian. Rusia tercatat menurunkan produksi minyak hingga 11,23 juta barel per hari (bph) pada bulan lalu dari 11,25 juta barel per hari pada September.  Secara keseluruhan, OPEC, Rusia dan negara produsen minyak lain atau biasa disebut OPEC+ telah memangkas produksi minyak sebesar 1,2 juta barel per hari sejak Januari 2019.

Di sisi lain, harga minyak masih didukung oleh pembicaraan dagang Amerika Serikat (AS) dan Tiongkok. Ditambah perbaikan data tenaga kerja di AS pada Oktober yang lebih baik dari bulan sebelumnya mampu mendorong harga minyak dunia.

Selain itu, investor minyak juga memantau initial public offering (IPO) Saudi Aramco yang diekspektasi menjadi pencatatan saham dengan nilai terbesar di dunia. Kerajaan Arab Saudi memang mencari dana tunai untuk meningkatkan permintaan terhadap minyak.

Petinggi Aramco Yasser al-Rummayyan mengatakan pada Minggu (3/11) bahwa perusahaan minyak raksasa tersebut bakal terus memenuhi suplai dan permintaan minyak dunia setelah mencatatkan saham di Bursa Riyadh.

(Baca: Pertamina dan Aramco Belum Sepakat, Proyek Kilang Cilacap Mandek)

Reporter: Verda Nano Setiawan