Menaker Nilai Kenaikan Upah Minimum Provinsi 8,51% Sudah Ideal

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal (tengah) berorasi saat aksi unjuk rasa buruh di depan Kementerian Tenaga Kerja, Jakarta, Kamis (31/10/2019).
1/11/2019, 14.29 WIB

Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah menilai kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2020 sebesar 8,51% sudah ideal. Ia meyakini kenaikan UMP 2020 telah mengakomodasi keinginan berbagai pihak, baik pengusaha maupun buruh.

Menurut dia, keputusan UMP naik 8,51% ini sudah mengacu pada formula yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan. Kenaikan upah minimum ini berdasarkan pada data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional dari Badan Pusat Statistik (BPS).

“Jadi tidak masing-masing mengambil data sendiri, baik pengusaha atau buruh. Jadi menurut kami sudah di tengah ya. Tidak main menaik-naikkan begitu saja,” kata Ida di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (1/11).

(Baca: Menaker Masih Temukan Industri yang Tak Patuh Kenaikan UMP)

Merespons keberatan dari kalangan pengusaha dan buruh, ia mengatakan akan terus membangun dialog agar keputusan kenaikan UMP ini dapat diterima. Secara khusus, untuk kalangan pengusaha, ia memastikan akan ada insentif, khususnya untuk industri padat karya.

Kemenaker tengah menyiapkan beberapa skema untuk insentif tersebut. Nantinya, skema akan dikaji lebih lanjut di Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

“Ya ada beberapa skema yang kami diskusikan lebih jauh,” kata Ida.

Pengusaha dan buruh sama-sama mengeluh atas keputusan kenaikan UMP sebesar 8,51% pada tahun depan. Kalangan pengusaha menilai kenaikan UMP akan memberatkan pengupahan pekerja, sedangkan buruh merasa kenaikan tidak cukup besar.

(Baca: Bank Dunia Soroti Aturan Upah Tenaga Kerja Hambat Kemudahan Berbisnis)

Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengatakan beberapa industri akan terdampak kenaikan UMP. “Yang sifatnya padat karya akan merasakan kenaikan lumayan tinggi,” kata Rosan kepada Katadata.co.id, beberapa waktu lalu.

Wakil Ketua Umum Kadin Shinta Kamdani menambahkan kenaikan UMP terasa berat di tengah kontraksi ekonomi dunia. Namun baik Shinta maupun Rosan menghormati keputusan pemerintah. “Ini sudah sesuai kesepakatan kami,” kata Shinta.

Sedangkan Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal mengkritik hitungan kenaikan tak sesuai dengan Komponen Hidup Laik (KHL). Ia mengatakan jika formula KHL yang digunakan, maka kenaikan UMP bisa mencapai 10 hingga 15% tahun depan.

Ia pun meminta pemerintah merevisi Peraturan Pemerintah (PP) No. 78 Tahun 2015, khususnya mengenai formula kenaikan upah. “Dasar penghitungan upah harus didahului survei KHL di pasar,” kata Iqbal dalam keterangan tertulisnya, Jumat (18/10).

(Baca: Pengusaha dan Buruh Kompak Mengeluh Upah Minimum Naik 8,51%)

Kenaikan UMP sebesar 8,15% telah ditetapkan dalam Surat Edaran Menteri Ketenagakerjaan Nomor B-m/308/HI.01.00/X/2019 tentang Penyampaian Data Tingkat Inflasi Nasional dan Pertumbuhan Produk Domestik Bruto Tahun 2019.

Dikutip dari Surat Edaran tertanggal 15 Oktober 2019 tersebut, kenaikan upah minimum berdasarkan pada data inflasi nasional dan pertumbuhan ekonomi nasional dari Badan Pusat Statistik (BPS). Berdasarkan Surat Kepala BPS Nomor B-246/BPS/1000/10/2019 Tanggal 2 Oktober 2019, inflasi pada tahun ini sebesar 3,39%, dan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,12%.