Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menjamin kenaikan iuran BPJS Kesehatan akan sebanding dengan kualitas pelayanan. Dengan adanya kenaikan iuran, dia juga berharap akan ada pembenahan dari sisi fasilitas kesehatan.
Terawan mengungkapkan, baik buruknya pelayanan kesehatan di rumah sakit bergantung pada keuangan yang sebagian besar bersumber dari pembiayaan klaim dari BPJS Kesehatan.
Dokter yang sebelumnya menjabat Kepala RS Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto (RSPAD) ini menyatakan yang dibutuhkan rumah sakit adalah iklim investasi yang baik dari sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
"Selama keuangan rumah sakit baik otomatis rumah sakit akan melakukan perbaikan, itu otomatis," kata Terawan di Jakarta, Rabu (30/10).
Dia mencontohkan soal panjangnya antrean pasien di rumah sakit. Menurutnya, hal ini dikarenakan banyak masyarakat yang berobat dibanding kemampuan atau daya tampung rumah sakit.
(Baca: Dampak Iuran BPJS Naik, LPEM UI: Banyak Peserta Berpotensi Turun Kelas)
Jika keuangan BPJS Kesehatan tidak lagi mengalami defisit dan mampu membayar klaim rumah sakit tepat waktu, hal ini menurutnya bisa berdampak pada keuangan dan kinerja rumah sakit. Misalnya, dengan melakukan perbaikan layanan maupun fasilitas dan sarana.
"Makanya kalau iklim investasi bisa jalan dengan pola BPJS yang baik tanpa defisit, pasti akan terjadi pembangunan sarana lagi, Kalau pembangunan sarana ditambah, antrean akan terurai dengan sendiri," kata Terawan.
Terawan pun menegaskan pihaknya siap bertanggung jawab untuk memastikan layanan kesehatan yang diberikan oleh rumah sakit kepada peserta JKN berkualitas.
Pemerintah resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Sesuai usulan Menteri Keuangan Sri Mulyani sebelumnya, iuran peserta mandiri kelas 1 dan 2 naik hingga dua kali lipat.
Kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Aturan ini diteken Presiden Joko Widodo dan diundangkan pada 24 Oktober 2019, serta berlaku sejak tanggal yang sama.
(Baca: Iuran Naik, BPJS Kesehatan Diprediksi Surplus Rp 17,3 T pada 2020)
Dalam aturan tersebut, kenaikan paling signifikan terjadi pada jenis kepesertaan mandiri atau Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP).
Iuran peserta mandiri kelas 1 dan 2 naik dua kali lipat dari semula Rp 80 ribu dan Rp 55 ribu menjadi Rp 160 ribu dan Rp 110 ribu. Sementara iuran peserta kelas 3, naik dari Rp 25.500 menjadi Rp 42 ribu.
Kenaikan iuran peserta mandiri berlaku pada 1 Januari 2020 bersamaan dengan ketentuan baru perhitungan iuran untuk peserta penerima upah badan usaha.