Fenomena Penggadaian SK oleh Anggota DPRD Menuai Sorotan

ANTARA FOTO/AHMAD SUBAIDI
Sejumlah pedagang mainan balon berada dekat Alat Peraga Kampanye (APK) Calon Legislatif (Caleg) yang terpasang di bangunan kawasan kota tua Ampenan, Mataram, NTB, Senin (11/2/2019).
6/10/2019, 17.15 WIB

(Baca: Tudingan Kecurangan dari Pemilu 2004 hingga Pemilu 2019)

Ia pun menilai harus ada mekanisme agar tanggungan biaya tidak terlalu besar. Setidaknya, partai bisa membangun sistem agar tidak terjadi gontok-gontokkan antarkader sendiri yang menyebabkan biaya meraup suara saat Pileg semakin besar. “Memang mesti dievaluasi yang lebih dalam bagaimana sistem terbuka (yang mendukung),” ujarnya.

Ia juga menekankan pentingnya membangun mekanisme pendanaan partai yang terbuka dan akuntabel. Ini akan membuka keran-keran pendanaan, meskipun nantinya tetap harus ada batasan-batasan. Sejalan dengan itu, partai bisa memberikan batasan supaya kadernya tidak mengeluarkan biaya terlalu besar. Kebijakan partai semacam ini, menurut dia, sudah ada diterapkan di negara lain.

Adapun sejauh ini, di Indonesia, menurut dia, data dana kampanye saja masih sulit didapatkan. “Itu belum ada pengawasan ketat. Dari sisi partai belum diatur. Menarik, ini (mekanisme pendanaan partai) bisa jadi satu isu penting ketika Kemendagri merevisi Undang-Undang Pemilu dan Pilkada,” ujarnya.

Lebih jauh, ia mengatakan, bantuan dana dari pemerintah untuk parpol, tidak bisa dihindari, harus dihitung ulang. Menurut dia, besaran bantuan saat ini masih sangat kecil. Perlu ada kejelasan berapa dana yang diperlukan partai, dan berapa yang bisa dipenuhi pemerintah. Namun, ia menekankan, perlu ada syarat output bagi partai, misalnya reformasi dalam bidang tertentu.

“Diskursus ke depan. Bagaimana supaya pendanaan parpol tidak lagi menjadi ruang gelap. Sudah jelas, bantuan negara tutup biaya partai sekian, partai tinggal cari sekian,” kata dia.

Halaman: