Darmin Sebut Menteri dan Daerah Kerap Buat Aturan Tak Sesuai Presiden

Ajeng Dinar Ulfiana | KATADATA
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan rumitnya masalah perizinan di Indonesia karena bentroknya kewenangan menteri dan kepala daerah dengan kewenangan presiden.
Penulis: Dimas Jarot Bayu
25/9/2019, 18.26 WIB

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution mengatakan bahwa, rumitnya perizinan di Indonesia karena terlalu banyaknya undang-undang yang melimpahkan kewenangan Presiden kepada menteri dan kepala daerah.

Menurut Darmin, hal tersebut kerap kali membuat para menteri dan kepala daerah membuat kebijakan perizinan sendiri-sendiri yang tak sesuai arahan Presiden.

Padahal, kata Darmin, penerbitan izin merupakan wewenang Presiden sebagai Kepala Pemerintahan. Menteri hanyalah pembantu Presiden dalam melaksanakan tugasnya. "Kepala daerah itu juga membantu Presiden, walaupun dia punya kewenangan yang sudah didesentralisasikan," kata Darmin di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu (25/9).

(Baca: Omnibus Law jadi Jalan Cepat Pemerintah Menurunkan Ongkos Investasi)

Atas dasar itu, pemerintah tengah merancang omnibus law yang merevisi berbagai UU dengan membuat satu UU baru. Melalui omnibus law, pemerintah bakal menata kembali pelimpahan kewenangan Presiden kepada menteri dan kepala daerah.

Lewat omnibus law juga pembuatan norma, standar, persyaratan, dan kriteria (NSPK) bakal langsung dilaksanakan oleh Presiden. Darmin mengatakan, wewenang pembuatan NSPK saat ini berada di menteri dan kepala daerah.

Nantinya, menteri dan kepala daerah hanya tinggal menjalankan NSPK yang dibuat oleh Presiden. "Sehingga jangan seperti sekarang Presiden ingin lakukan perubahan kemudian dijawab (oleh menteri atau kepala daerah), 'oh ini kewenangan saya'," kata Darmin.

Rencana pembuatan omnibus law ini bakal dilakukan dengan merevisi 74 undang-undang. Presiden Joko Widodo (Jokowi) sebelumnya mengatakan, revisi 74 UU ini bakal dilakukan setelah anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode baru dilantik pada 1 Oktober 2019.

(Baca: Kemendagri Jamin Omnibus Law untuk Investasi Tak Ganggu Wewenang Pemda)

Jokowi berharap revisi tersebut bakal membuat proses perizinan investasi semakin cepat. Dengan demikian, Indonesia bisa menjadi magnet investasi.

Apalagi, Indonesia juga memiliki keunggulan lain yakni jumlah masyarakat kelas menengah mencapai 141 juta orang. Untuk mengantisipasi revolusi konsumen, dia pun meminta pengusaha Indonesia mengubah cara pandangnya agar tak hanya bergantung proyek pemerintah.

Presiden juga meminta para pengusaha untuk terus berinovasi dan menjalin kemitraan, termasuk dengan investor asing. “Kelemahan kita, menurut saya, terutama yang muda-muda ini adalah sulit dan enggan untuk ber-partner. Ini penting sekali bermitra,” kata dia.

(Baca: Singgung Resesi, Jokowi Ingatkan Lagi Bawahannya Pangkas Aturan)

Reporter: Dimas Jarot Bayu