Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan mengesahkan revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam rapat paripurna yang digelar pada Selasa (17/9). Hal itu dilakukan setelah rampungnya pembahasan RUU KPK melalui rapat kerja yang hanya berlangsung tiga kali.
Rapat kerja DPR bersama pemerintah terkait RUU KPK dilakukan sejak Kamis (12/9) dan dilanjutkan pada Jumat (13/9) malam. Pembahasannya lantas rampung pada Senin (16/9) malam.
Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Supratman Andi Agtas membantah pihaknya terburu-buru mengesahkan RUU KPK. Supratman berdalih pembahasan RUU KPK sudah berlangsung lama semenjak di Baleg.
Revisi UU KPK diinisiasi pada 2010, lalu muncul lagi pada 2015 ketika pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hanya saja, pembahasannya sempat tertunda lantaran mendapat banyak kritik dari publik pada rentang 2016-2017.
“Sebenarnya tidak terburu-buru karena kan proses,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (17/9).
(Baca: Melaju Mulus, Revisi UU KPK akan Disahkan di Rapat Paripurna DPR)
Menurut Supratman, DPR telah mengikuti semua perdebatan publik yang ada terkait dengan wacana perubahan payung hukum KPK tersebut. Meski demikian, dia menilai ada perbedaan pandangan terkait RUU KPK.
DPR bersama pemerintah sendiri menilai ada urgensi untuk merevisi UU KPK sekarang. “Soal dinamika yang berkembang di masyarakat, semua diperhatikan, bukan DPR bersama pemerintah tutup mata,” kata Supratman.
(Baca: KPK Kirim Surat ke DPR Minta Pengesahan Revisi UU KPK Ditunda)
Adapun, Supratman menilai pihaknya tak bisa menunggu pertemuan antara KPK dengan Presiden Joko Widodo untuk bisa mengesahkan RUU KPK. Sebab, belum diketahui kapan pertemuan tersebut akan dilakukan.
Lebih lanjut, Supratman menilai seharusnya pertemuan antara KPK dengan Jokowi dilakukan sejak jauh-jauh hari. “Harusnya komunikasi mereka bisa lakukan bukan hanya waktu yang terdesak sekarang,” ucapnya.
Sesuai ketentuan, rancangan undang-undang (RUU) yang sudah disetujui bersama wajib disampaikan oleh pimpinan DPR kepada presiden untuk disahkan menjadi undang-undang paling lambat 7 hari sejak disepakati. Jika RUU tersebut tidak disahkan dalam waktu paling lambat 30 hari sejak disepakati bersama, maka RUU tersebut sah menjadi UU dan wajib diundangkan.